REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengoperasian Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) dijadwalkan berbarengan dengan pengoperasian LRT Jabodetabek pada 18 Agustus 2023.
Dalam acara gala dinner manajemen PT Kereta Api Indonesia (KAI) divisi LRT Jabodetabek dengan pimpinan redaksi media massa di Jakarta, Selasa (6/6/2023) malam, Dirut PT KAI Didiek Hartantyo mengatakan sejauh ini dua proyek strategis nasional tersebut yakni KCJB dan LRT Jabodetabek ditargetkan bisa dioperasikan sehari setelah Hari Kemerdekaan 17 Agustus 2023.
Didiek mengatakan stasiun LRT Jabodetabek terhubung dengan stasiun KCJB di Halim, Jakarta. “Penumpang dari Bandung berhenti di Halim lalu melanjutkan LRT sampai Halte Dukuh Atas hanya dengan satu tiket dua kali tap,” ujar Didiek dalam acara yang juga dihadiri oleh Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Mohammad Risal Wasal.
Ia mengatakan untuk dapat mengoperasikan KCJB dengan maksimal kecepatan 350 kilometer/jam maka rel kereta yang akan dilalui harus benar-benar steril. “Termasuk tidak boleh ada masyarakat yang bermain layang-layang di sekitar relnya karena benang layang-layang akan mengganggu kecepatan KCJB,” katanya lagi
Didiek mengatakan kecepatan KCJB sebenarnya bisa mencapai 380 kilometer per jam. Namun, PT KAI hanya akan mengoperasikan kecepatan KCJB di 350 kilometer per jam.
Sementara itu, Reuters Kamis (8/6/2027) melaporkan Kementerian Perhubungan dan tiga konsultan merekomendasikan pengunduran rencana operasional Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Kereta cepat pertama di Tanah Air itu ditargetkan bisa beroperasi pada Agustus 2023 sekaligus sebagai bagian perayaan kemerdekaan RI.
Dalam laporan yang diterima Reuters, Rabu (7/6/2023), terdapat masalah baru yang membuat KCJB belum bisa memulai operasinya. Disebutkan, peserta konsorsium China menginginkan sertifikat kelayakan operasional penuh meskipun saat ini stasiun belum dibangun lengkap. Hal itu terungkap dalam presentasi setebal 48 halaman yang ditinjau oleh Reuters.
Kendati demikian, Kemenhub dan konsultan Mott MacDonald, PwC, dan firma hukum lokal Umbra menilai, operasi komersial penuh kereta cepat baru bisa terlaksana pada Januari 2024.
"Terdapat risiko target operasi komersial pada Agustus menjadi tertunda untuk menyelesaikan seluruh konstruksi hingga 31 Desember," ungkap laporan tersebut.
Selain itu, upaya restrukturisasi finansial untuk PT Wijaya Karya Tbk (Wika) yang juga memiliki saham dalam konsorsium proyek kereta cepat, menekan kebutuhan modal kerja proyek. Wika telah mengakumulasikan pembayaran outstanding sebesar 381,75 juta dolar AS.
Corporate Secretary Wika Mahendra Vijaya mengatakan, perseroan memiliki kemampuan finansial untuk menyelesaikan sisa pekerjaan. Akan tetapi, juga membutuhkan konsorsium untuk membayar pekerjaan yang sudah selesai.
Indonesia bernegosiasi dengan China untuk tambahan pinjaman 560 juta dolar AS dan meminta suku bunga 2,8 persen untuk porsi pinjaman dalam yuan. Angka itu lebih rendah dari tawaran China Development Bank (CDB) sebesar 3,46 persen. Hal itu berdasarkan dokumen tertanggal 18 Mei.
Kemungkinan penundaan lebih lanjut dan perincian lainnya dalam kedua dokumen tersebut belum pernah dilaporkan sebelumnya.
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Maritim dan Investasi Septian Hario Seto mengatakan, negosiasi utang sedang dilakukan dengan CDB dan fokus pada suku bunga.
KCJB rencananya akan memulai uji coba gratis dengan penumpang pada pertengahan Agustus 2023. Perjalanan berbayar diharapkan bisa dimulai pada September 2023 dan stasiun yang belum selesai akan dirampungkan pada November.
PwC menolak berkomentar. PT KCIC, Mott MacDonald, Umbra, CDB, dan kedutaan besar China di Jakarta juga belum menanggapi permintaan komentar berdasarkan pemberitaan Reuters.
Proyek KCJB menjadi salah satu proyek penting dalam rangkaian Belt and Road Initiative (BRI) yang diinisiasi China. Peresmian kereta cepat juga dinilai dapat menjadi isu politik terutama jelang pemilu presiden pada tahun depan. Tak hanya itu, penundaan juga bisa mempengaruhi kredibilitas China dalam mengembangkan proyek besar di kawasan.
"Semakin panjang penundaan akan menjadi amunisi bagi oposisi untuk menyerang," ungkap pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjadjaran Teuku Rezasyah.