REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Kehadiran mobil listrik banyak menarik perhatian masyarakat selama beberapa waktu terakhir. Selain desainnya yang futuristik dan ramah lingkungan, mobil listrik juga diklaim lebih hemat.
Pemerintah juga telah mengeluarkan aturan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai. Aturan ini ditunjukkan untuk mendorong konversi kendaraan berbasis minyak ke kendaraan listrik.
Meskipun sangat menggiurkan, ada beberapa hal yang perlu diketahui calon pembeli sebelum memutuskan untuk membeli kendaraan listrik. Novendra Setyawan selaku Dosen Teknik Elektro Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) memberikan beberapa penjelasan.
Dia menyampaikan, melalui keterangan tertulis yang diterima Republika, kendaraan listrik digerakkan oleh baterai yang menghasilkan energi listrik. Energi tersebut tentu didapat dari pengecasan daya yang ada di rumah maupun melalui station yang disediakan pemerintah.
Pada awalnya, kendaraan listrik masih belum dilirik oleh masyarakat akibat penyimpanan baterai yang dinilai tidak tahan lama. Masyarakat masih harus terus menerus mengganti baterai dan bisa memakan biaya yang hampir setara dengan harga kendaraan tersebut.
Jika ingin membeli mobil listrik, sebaiknya masyarakat perlu menyiapkan rumah pengisian sendiri dengan satu daya minimal 2200 watt. Dengan begitu, mobil bisa diisi daya kurang lebih dua sampai tiga jam. "Selain itu, masyarakat juga perlu menyiapkan adaptor yang sesuai karena masih belum ada standar adaptor yang diberlakukan di Indonesia hingga saat ini,” kata Novendra.
Selain persiapan tersebut, ia juga mengingatkan perlunya masyarakat menggunakan pengaman tambahan atau Miniature Circuit Breaker (MCB). Hal ini bertujuan agar tidak terjadi korsleting saat pengisian catu daya. Begitu pula dengan mengecek dan memperhatikan kondisi baterai agar bisa lebih awet.
Meskipun memiliki banyak kelebihan, kendaraan listrik juga ada kekurangannya. Contohnya, kendaraan listrik akan sangat bergantung pada penyimpanan energi dari baterai.
Pengisian daya mobil listrik, kata dia, membutuhkan waktu dua sampai tiga jam untuk pengisian fast charging. Hal ini berbeda dengan kendaraan konvensional yang hanya membutuhkan waktu kurang dari 10 menit untuk mengisi bensin lalu dapat melanjutkan perjalanan kembali.
Ia tidak menampik, salah satu kendala kendaraan listrik adalah penyimpanannya yang masih lemah dan tidak awet. Sebab itu, perlu adanya maintenance atau penggantian baterai dengan biaya yang hampir 50 persen.
Novendra berharap, Indonesia akan memiliki standardisasi metode pengisian maupun maintenance dari kendaraan listrik di kemudian hari. Dengan begitu, mobil listrik bisa lebih bertahan lama dan diminati masyarakat.
Selain mendorong penggunaan mobil listrik, perlu juga ada pengembangan energi baru terbarukan. Di UMM misalnya memiliki pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) dan pembangkit listrik tenaga surya (PLTMH). "Saya rasa, keduanya mampu membantu pasokan listrik untuk kendaraan listrik karena dapat diperbarui secara terus menerus,” kata dia.