Senin 29 May 2023 17:18 WIB

Pengamat: Kebijakan Suku Bunga Tinggi Jadi Penguat Dolar AS Atas Rupiah

Rupiah melemah 0,11 persen atau turun 17 poin dari sebelumnya Rp 14.955 per dolar AS.

Karyawan menghitung uang rupiah dan dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Kamis (29/9/2022). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah 0,11 persen atau turun 17 poin dari sebelumnya Rp 14.955 per dolar AS.
Foto: Prayogi/Republika.
Karyawan menghitung uang rupiah dan dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Kamis (29/9/2022). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah 0,11 persen atau turun 17 poin dari sebelumnya Rp 14.955 per dolar AS.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra menganggap ekspektasi kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) yang masih condong ke kebijakan suku bunga tinggi bisa jadi pendorong penguatan dolar AS terhadap nilai tukar lainnya. Pada penutupan perdagangan hari ini, nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta melemah 0,11 persen atau turun 17 poin dari sebelumnya Rp 14.955 per dolar AS.

"Ekspektasi ini ditopang oleh data ekonomi AS yang membaik dan data indikator inflasi AS yang meninggi," kata dia ketika ditanya di Jakarta, Senin (29/5/2023).

Baca Juga

Pada Jumat pekan lalu, lanjut dia, data ekonomi AS menunjukkan hasil yang lebih baik dari ekspektasi. Misalnya, data indikator inflasi PCE Price Index yang menunjukkan kenaikan dari 4,2 persenmenjadi 4,4 persenpada April 2023. Kemudian juga Data Personal Spending mengalami kenaikan melebihi bulan sebelumnya menjadi 0,8 persen dari 0,1 persen.

"Data survei tingkat keyakinan konsumen bulan Mei (2023) juga menunjukkan kenaikan melebihi ekspektasi," ucapnya.

Di samping itu, adanya penyelesaian anggaran perihal debt ceiling di AS oleh Presiden AS Joe Biden dengan Ketua DPR Kevin McCarthy untuk menangguhkan plafon utang 31,4 triliun dolar AS hingga 1 Januari 2025 dinilai bisa melegakan pasar.

"Artinya, pasar berani lagi masuk ke aset berisiko. Jadi harusnya bisa mendorong penguatan rupiah," ungkap Ariston.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement