Rabu 24 May 2023 21:44 WIB

Dijegal Eropa, ESDM: Minyak Sawit Punya Peran Turunkan Emisi Karbon

Minyak sawit punya peran menurunkan emisi gas rumah kaca.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ahmad Fikri Noor
Pekerja memindahkan buah sawit yang baru dipanen dari truk kecil ke truk yang lebih besar di perkebunan kelapa sawit di Deli Serdang, Sumatera Utara, 23 Mei 2022.
Foto: EPA-EFE/DEDI SINUHAJI
Pekerja memindahkan buah sawit yang baru dipanen dari truk kecil ke truk yang lebih besar di perkebunan kelapa sawit di Deli Serdang, Sumatera Utara, 23 Mei 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan baru Uni Eropa soal pencegahan deforestasi kembali menjegal minyak sawit yang menjadi komoditas ekspor andalan Indonesia. Di tengah isu yang memanas, pemerintah mengungkapkan, keberadaan minyak sawit nyatanya punya peran menurunkan emisi gas rumah kaca yang juga tengah menjadi perhatian dunia.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, mengungkapkan, kebijakan bauran energi berupa biodiesel 30 persen (B30) terbukti mampu menurunkan emisi karbon dari penggunaan bahan bakar solar sekitar 50 persen hingga 60 persen. Kini, pemerintah kembali meningkatkan program ke B35 untuk meningkatkan penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar kendaraan bermotor.

Baca Juga

"Dibandingkan bahan bakar lain, kita ini paling baik, turunkan emisi 62 persen dibandingkan minyak diesel (fosil). Sekarang B35 sudah ada dan banyak perusahaan (produsen) sudah berdiri di Jawa, Kalimantan, termasuk Sulawesi," kata Dadan dalam webinar yang digelar Rabu (24/5/2023).

Tak hanya mampu menurunkan emisi karbon, Dadan mengungkapkan, keberadaan pohon sawit juga terbukti mampu menyerap emisi CO2 di udara. Berdasarkan penelitian Forestry and Forest Product Research Institute, pohon sawit mampu menyerap CO2 sebanyak 25 ton per hektare per tahun dibandingkan pohon lain yang hanya 6 ton per hektare per tahun.

Adapun dalam penelitian lain disebutkan, sawit bahkan bisa menyerap 64,5 ton CO2 per hektare per tahun. Bila mengacu pada luasan lahan sawit Indonesia sebesar 14,38 juta hektare maka setidaknya ada 927,5 juta ton CO2 yang mampu diserap pohon sawit.

"Secara langsung saya sampaikan, sawit itu bagus untuk lingkungan karena menyerap CO2 lebih banyak dibanding pohon lain," kata Dadan.

Namun, ia pun tak menampik sawit punya sejarah kelam karena penggunaan hutan secara besar-besaran untuk perkebunan sawit. Namun, ia menegaskan perlu dibandingkan antara luasan sawit dengan luasan hutan yang masih ada saat ini. Pihaknya pun mendorong agar pelaku usaha dan petani mengikuti sertifikasi RSPO dan ISPO sebagai bukti jaminan ramah lingkungan.

Dadan menambahkan, pemerintah kini juga terus mendorong pengembangan pembangkit listrik berbasis sawit sebagai energi baru terbarukan. Ia mencatat potensi sawit sebagai bahan baku produksi listrik mencapai 28.148 megawatt (MW). Adapun saat ini total kapasitas pembangkit listrik yang sudah menggunakan sawit sudah mencapai 874,57 MW.

Subkoordinator Direktorat Perlindungan Perkebunan, Kementerian Pertanian, Dwimas Suryanata, menambahkan, pemerintah terus mendorong sertifikasi ISPO yang menjadi standar Indonesia. Adapun untuk perluasan perkebunan sawit hanya dapat dilakukan pada lahan telantar atau terdegradasi.

Uni Eropa baru saja resmi menerapkan undang-undang baru deforestasi bernama EU Deforestation Regulation (EUDR). Kebijakan Eropa dengan dalih pencegahan penggundulan hutan itu secara langsung akan berdampak terhadap sejumlah komoditas ekspor andalan RI ke kawasan Eropa.

Dikutip dari laman resmi European Council, EUDR secara spesifik menyebut komoditas minyak sawit, kopi, sapi, kayu, kakao, karet, serta kedelai wajib dilakukan uji tuntas terhadap semua pelaku usaha yang terkait dalam rantai pasok.

Kebijakan EUDR resmi diterbitkan pada 16 Mei 2023. Dalam pengumumannya, Dewan Eropa menyatakan, kawasan Uni Eropa sebagai konsumen dan pedagang besar komoditas serta produk turunannya memainkan peran penting dalam deforestasi.

Adapun aturan baru tersebut demi memastikan konsumsi dan perdagangan Eropa atas sejumlah komoditas tidak berkontribusi pada deforestasi yang semakin merusak hutan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement