REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri toko buku fisik mengalami goncangan di tengah era digital. Turunnya penjualan buku secara fisik dari tahun ke tahun membuat banyak toko buku tutup. Terbaru, salah satu toko buku legendaris di Indonesia, Gunung Agung, baru saja mengumumkan penutupan seluruh gerainya.
Lalu, bagaimana sebenarnya tren penjualan buku secara global?
Statistik penjualan buku secara global juga ternyata mengalami penurunan. Menurut beberapa perkiraan, lebih dari 2,2 miliar buku terjual setiap tahun, dengan AS, Inggris, dan China menyumbang lebih dari 72 persen dari angka tersebut.
Pada tahun 2023, pendapatan penjualan buku perdagangan global diperkirakan mencapai 78,07 miliar dolar AS atau Rp 1,1 kuadriliun. Angka itu sebenarnya meningkat 2,53 persen dari tahun 2022. Namun penjualan buku perdagangan global pada tahun 2022 turun 10,11 persen dibandingkan tahun 2021, dengan 76,14 miliar dolar AS.
“Ini adalah pendapatan buku perdagangan global terendah selama lima tahun terakhir, bahkan turun dari tahun 2020 yang terkena dampak pandemi,” demikian dikutip dari Wordsrated, Senin (22/5/2023).
Selama pandemi, penjualan buku global turun 7,64 persen menjadi di bawah 80 miliar dolar AS untuk pertama kalinya dalam setidaknya tiga tahun. Sejak 2017, penjualan buku global memiliki pertumbuhan tahunan rata-rata -0,96 persen, turun dari 82,83 miliar dolar AS menjadi 78,07 miliar dolar AS dalam enam tahun.
Dalam lima tahun ke depan, penjualan buku global diproyeksi akan mencapai 82,7 miliar dolar AS pada tahun 2027. Perkiraan optimistis ini memprediksi rata-rata pertumbuhan tahunan sebesar 1,48 persen.
Menurut proyeksi ini, penjualan buku global pada 2027 akan tetap di bawah level 2017, sebesar 130 juta dolar AS. Buku cetak masih mendominasi pasar buku global, tetapi proyeksi menunjukkan bahwa trennya menurun. Di sisi lain, eBook perlahan meningkat dan diproyeksi akan mencatat pertumbuhan yang stabil selama beberapa tahun ke depan.