Senin 22 May 2023 12:31 WIB

Toko Buku Fisik yang Semakin Berkurang

Penutupan toko buku fisik ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga Singapura

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Gita Amanda
Pengunjung menikmati minuman dengan membaca buku di kedai kopi, (ilustrasi).
Foto: Antara/Mohammad Ayudha
Pengunjung menikmati minuman dengan membaca buku di kedai kopi, (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keberadaan toko buku fisik saat ini mungkin tidak sebanyak dulu. Sebelum Toko Buku Gunung Agung akan menutup seluruh tokonya pada akhir 2023, ada beberapa toko buku yang menutup toko buku fisiknya.

Yaitu, Toko Buku Togamas yang menutup toko cabang mereka yang berada di Solo, kemudian ada Kinokuniya yang menutup toko buku cabang Plaza Senayannya. Lalu, semua cabang Books & Beyond di Indonesia akan tutup permanen pada akhir Mei 2023.

Baca Juga

Penutupan toko buku fisik ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga Singapura. Toko Buku Kinokuniya di Singapura menutup outletnya di mal JEM pada 9 Mei 2022, dengan alasan penjualan yang lesu dan biaya sewa yang meningkat.

Dilansir dari Channel News Asia, Senin (22/5/2023), selama pandemi toko buku india BooksActually di Tiong Bahru dan The Moon di Mosque Street menutup toko fisik mereka dan memindahkan bisnis secara daring. Sebelum pandemi tahun 2019, Toko Buku MPH menutup dua gerai terakhirnya di Singapura saat itu, sebelum membuka gerai baru di SingPost Centre.

Associate Professor Loh Chin Ee dari National Institute of Education (NIE) Singapura menulis dalam tulisannya berjudul Commentary: Bookstores Struggle to Stay Afloat When We Need Them More Than Ever. Di situ dijelaskan toko buku masih penting untuk membaca sebagai aktivitas dan toko buku melayani masyarakat.

Menurut Loh, penelitian menunjukkan media cetak masih menjadi media pilihan bagi pembaca muda. Dalam studi NIE selama pembatasan sosial, para peneliti menemukan anak-anak kurang memanfaatkan bacaan digital dan lebih memilih buku cetak, yang lebih mereka kenal. Juga lebih mudah bagi mereka menemukan buku di rak fisik daripada rak virtual.

Selanjutnya, selain menyediakan banyak pilihan buku untuk dijelajahi, toko buku membantu berkembangnya komunitas sastra Singapura. Selama pandemi, banyak toko buku bertahan dengan membawa program mereka secara daring, misalnya, Grassroots Book Room menggelar author talk online dan Wardah Books di Kampong Glam mengadakan silent book club melalui Zoom.

Loh juga mengungkapkan beberapa toko buku juga melayani kebutuhan khusus dan memiliki staf berpengetahuan luas untuk membantu kurasi. Mereka mengumpulkan dan memajang buku-buku yang disesuaikan dengan klien mereka tetapi tetap memicu dialog.

Namun, lebih lanjut Loh menulis, kenyataannya toko buku memiliki ruang rak yang terbatas. Dengan sewa yang tinggi, overhead costs untuk menyimpan berbagai macam buku dan lebih banyak pelanggan yang beralih ke pembelian buku daring, tidak mudah bagi toko buku untuk mengelola tindakan penyeimbangan layanan masyarakat dan kelayakan ekonomi. Beberapa telah beralih ke e-commerce untuk menghasilkan pendapatan dari penjualan daring, sementara toko yang sepenuhnya daring menghilangkan biaya sewa dan tenaga kerja yang memberatkan.

Di sisi lain, Seattle, Amerika Serikat (AS) telah lama menjadi tempat yang sangat baik untuk toko buku, baik baru maupun bekas. Tetapi, John Erdmann, mantan pramuka buku bekas Seattle dan sekarang menjadi pustakawan fakultas di College of Marin di California utara mengatakan pada 2013 bahwa mencari buku adalah tentang sensasi berburu, tapi itu sudah berlalu.

“Kini Anda bisa menemukan apa pun yang Anda inginkan secara instan di situs buku daring, seperti AbeBooks atau Alibris. Jika Anda telah mencari edisi pertama The hero with a Thousand Faces Joseph Campbell dengan jaket debu dalam kondisi sangat baik, boom, Anda menyentuh ponsel cerdas Anda, dan – jika Anda bersedia membayar (sekitar 37 dolar AS)—bukunya siap di depan pintu Anda pada hari berikutnya,” kata Eleanor, penyewa di Twice Sold Tales di Capitol Hill, dilansir dari Seattle Mag.

Hilangnya toko buku bekas secara terus-menerus dipercepat dengan setidaknya delapan penutupan yang mencolok. Yaitu, Book Kennel, Renaissance Books, Inner Chapters, Capitol Hill Half Price Books, Bookworm Exchange, Once Sold Tales, Balderdash Books, dan berkat pembelian Melrose Building, Minta’s Spine and Crown—tanpa ada toko yang menggantikannya.

Pemilik Twice Sold Tales, Jamie Lutton telah menyaksikan naik turun dari banyak toko buku Seattle. Penyebab di balik penutupan adalah banyak pencurian, sewa, penurunan pembaca, munculnya e-book dan pembelian dan penjualan buku bekas daring, yang tentu saja mengarah ke musuh favorit penjual buku bekas, Amazon.

“Orang-orang memperlakukan toko buku bekas sebagai ruang pameran untuk pembelian buku daring,” kata Lutton. “(Mereka) datang dengan ponsel pintar mereka dan memeriksa harga secara daring.”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement