REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Muhammad Arif Angga memandang bahwa industri pusat data (data center/DC) masih memiliki peluang yang besar untuk bertumbuh di Indonesia. Dia memperkirakan bahwa total kebutuhan kapasitas pusat data di Indonesia dapat mencapai hampir 1.000 megawatt (MW) jika merujuk pada populasi penduduk yang ada. Angka ini masih jauh dari kapasitas pusat data yang saat ini sudah tersedia di Indonesia.
"Kalau lihat dari kebutuhan yang hampir 1.000 megawatt, saya yakin ini belum sampai 15 persen market yang ada. Tandanya, ini room-nya masih terbuka, sangat lebar, bahwa industri data center kita harapkan pasti akan terus tumbuh untuk menampung ekosistem digital," kata Arif saat peluncurkan Bersama Digital Data Centres (BDDC) di Jakarta, Selasa (9/5/2023).
Berdasarkan data yang dihimpun, Arif menjelaskan bahwa saat ini penetrasi pusat data di Indonesia tercatat 0,3 watt per kapita, menjadikannya salah satu yang terendah di Asia Pasifik. Sementara kapasitas pusat data di Indonesia terhadap seluruh negara ASEAN-6 (Indonesia, Singapura, Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Filipina) juga baru setara 12,7 persen.
Selain skala industri pusat data yang masih rendah, peluang pertumbuhan industri tersebut juga akan didukung dengan tingkat penetrasi internet yang meningkat setiap tahun di Indonesia. Menurut survei APJII, penetrasi Internet Indonesia sepanjang tahun 2022-2023 mencapai 78,19 persen. Angka ini meningkat dibanding 2021-2022 yang mencapai 77,02 persen.
Data resmi juga mencatat bahwa jumlah penyedia jasa internet (internet service provider/ISP) hingga Maret 2023 mencapai 909 perusahaan dari 564 perusahaan di tahun 2019. Tak hanya itu, Arif juga menjelaskan bahwa traffic internet di Indonesia juga tumbuh dengan cepat mencapai 4,5 terrabyte/detik atau naik 47,2 persen per tahun.
Menurut dia, pertumbuhan tersebut didorong oleh peningkatan jumlah ponsel pintar (smartphone) dan penetrasi internet, pertumbuhan ekonomi digital, inisiatif dan dukungan pemerintah, serta perkembangan layanan komputasi awan (cloud service).
Arif juga mengingatkan bahwa perusahaan-perusahaan yang mengadopsi teknologi digital pada bisnisnya, terutama skala besar dari luar negeri, akan membutuhkan pusat data yang berlokasi di Indonesia untuk mendekatkan diri dengan pangsa pasarnya. Mengingat hal tersebut, dia yakin industri pusat data dapat memanfaatkan peluang tersebut.
"Mereka (perusahaan digital) suka nggak suka, cepat atau lambat, untuk menjaga level kompetitifnya, mereka harus segera atau nggak boleh jauh-jauh alias ekosistem ini harus dekat dengan user-nya," dia mengingatkan.
"Itu kenapa mereka butuh data center-data center yang berlokasi di Indonesia. Kalau tidak, mereka akan kalah cepat," tambah Arif.