Kamis 04 May 2023 14:47 WIB

Pembangunan Infrastruktur Perlu diarahkan untuk Ketahanan Pangan

Cold chain dalam rantai distribusi pangan diproyeksi tumbuh 12,9 persen pada 2026.

Sejumlah personel TNI Angkatan Darat menata paket bantuan di KRI Malahayati-362 di Koarmada II, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (1/3/2023). KRI Malahayati-362 mengangkut bantuan logistik berupa beras 15 ton, gula pasir 5 ton, elpiji ukuran 3 kilogram sebanyak 300 tabung dan bahan pangan lainnya untuk warga di Pulau Masalembu Kabupaten Sumenep dikarenakan di pulau itu mengalami kelangkaan pasokan bahan pangan akibat gelombang laut tinggi.
Foto: ANTARA FOTO/Didik Suhartono/foc.
Sejumlah personel TNI Angkatan Darat menata paket bantuan di KRI Malahayati-362 di Koarmada II, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (1/3/2023). KRI Malahayati-362 mengangkut bantuan logistik berupa beras 15 ton, gula pasir 5 ton, elpiji ukuran 3 kilogram sebanyak 300 tabung dan bahan pangan lainnya untuk warga di Pulau Masalembu Kabupaten Sumenep dikarenakan di pulau itu mengalami kelangkaan pasokan bahan pangan akibat gelombang laut tinggi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Mukhammad Faisol Amir menilai pembangunan infrastruktur perlu diarahkan untuk bisa mencapai ketahanan pangan atau food security. Hal itu, menurut Faisol, penting mengingat harga pangan di Tanah Air masih terbilang tinggi dan relatif tidak terjangkau oleh sebagian kalangan.

"Selain menghubungkan antar wilayah di Indonesia, pembangunan infrastruktur idealnya bisa mendukung tercapainya ketahanan pangan. Hal ini dikarenakan semakin beragamnya tantangan yang dihadapi sektor pertanian," katanya dalam keterangan di Jakarta, Kamis (4/5/2023).

Baca Juga

Faisol mengungkapkan, selain tantangan perubahan iklim yang kini semakin dirasakan, sektor pertanian juga dihadapkan pada luasnya wilayah Indonesia yang berakibat pada biaya distribusi yang tinggi. Biaya logistik pangan ini juga nantinya dibebankan pada konsumen. Alhasil, harga pangan di tingkat konsumen menjadi lebih mahal.

Tidak hanya harga logistik yang mahal, kenaikan harga bahan bakar minyak beberapa waktu lalu menambah kompleksitas distribusi pangan. Daerah-daerah yang jauh dari sentra produksi pangan membutuhkan biaya transportasi yang lebih besar ketimbang mereka yang letaknya relatif dekat dengan sentra produksi pangan.

Ditambah lagi faktor lain, seperti kenaikan harga pupuk, ketersediaan pangan menjadi semakin sulit dan harga yang harus ditanggung konsumen akan semakin tinggi. Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur diharapkan mampu mencapai kestabilan harga dan ketersediaan komoditas pangan di seluruh wilayah Indonesia.

Faisol menambahkan, pembangunan infrastruktur harus diarahkan untuk mendukung terciptanya jalur distribusi bahan pangan yang lebih efisien, termasuk bahan pangan yang diimpor dari luar negeri.

Penyediaan jenis infrastruktur yang tepat akan menciptakan jalur distribusi pangan yang efisien antar daerah. Komoditas lokal maupun impor akan dapat didistribusikan secara merata ke berbagai daerah di Tanah Air.

"Hal inilah yang akan berdampak pada kestabilan harga komoditas pangan dan juga ketersediaannya," tuturnya.

Faisol menambahkan, pembangunan infrastruktur juga harus diarahkan untuk mendukung terintegrasinya Indonesia dengan perdagangan internasional. Tidak hanya menggalakkan ekspor, Indonesia juga harus siap mengimpor komoditas, baik pangan maupun barang dan jasa, dari negara lain, untuk memberikan nilai lebih pada produknya dan menciptakan efisiensi.

Dengan mengikuti mekanisme tersebut, Indonesia akan menjadi semakin kompetitif dalam bidang ekspor dan impor. Harga barang dan komoditas juga akan mengikuti mekanisme internasional sehingga tidak ada lagi pihak yang bisa memonopoli suatu barang atau komoditas tertentu.

"Dengan semakin mudahnya barang atau komoditas masuk dan keluar ke dan dari Indonesia, harga barang dan komoditas tersebut akan semakin terjangkau," katanya.

Hal ini tentu berdampak positif yaitu masyarakat dapat memenuhi kebutuhannya dengan komoditas berkualitas dengan harga terjangkau. Hal ini juga mendorong semakin berkembangnya suatu kawasan.

Pembangunan infrastruktur yang berorientasi kepada ketahanan pangan juga akan membuka peluang investasi karena kesiapan infrastruktur merupakan salah satu hal yang diperhatikan oleh calon investor. Faisol mencontohkan, kesempatan investasi pada bidang logistik pangan di Indonesia patut dilirik baik oleh pemerintah maupun pihak swasta.

"Jika kita bicara cold chain dalam rantai distribusi pangan, proyeksi pertumbuhannya mencapai 12,9 persen per tahun hingga 2026 nanti," katanya.

Pertumbuhan ini akan terus meningkat seiring naiknya permintaan konsumen pada komoditas pangan yang perishable. Mulai dari olahan susu, daging, ikan, termasuk sayur dan buah-buahan.

CIPS mendorong pemerintah untuk menciptakan jalur distribusi barang dan komoditas, dalam hal ini adalah pangan lokal maupun impor, melalui pembangunan infrastruktur yang sedang dilaksanakan. Masyarakat sebagai konsumen adalah pihak yang akan paling diuntungkan dengan tercapainya ketahanan pangan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement