Jumat 21 Apr 2023 07:52 WIB

Dolar AS Melemah karena Data Indikasikan Kontraksi Ekonomi

Indeks dolar AS turun 0,12 persen menjadi 101,8493 pada akhir perdagangan.

Petugas menunjukan uang pecahan Rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Selasa (4/10/2022). Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, turun 0,12 persen menjadi 101,8493 pada akhir perdagangan.
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Petugas menunjukan uang pecahan Rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Selasa (4/10/2022). Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, turun 0,12 persen menjadi 101,8493 pada akhir perdagangan.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Dolar AS melemah terhadap sekeranjang mata utama lainnya pada akhir perdagangan Kamis (20/4/2023), karena sejumlah data ekonomi yang lebih lemah dari perkiraan tampaknya menandakan ekonomi sedang berkontraksi. Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, turun 0,12 persen menjadi 101,8493 pada akhir perdagangan.

Dolar AS dibeli 134,3440 yen Jepang, lebih rendah dari 134,7260 yen Jepang pada sesi sebelumnya. Dolar AS turun menjadi 0,8934 franc Swiss dari 0,8976 franc Swiss, dan meningkat menjadi 1,3472 dolar Kanada dari 1,3462 dolar Kanada. Dolar AS turun menjadi 10,3189 krona Swedia dari 10,3451 krona Swedia.

Baca Juga

Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan pada Kamis (20/4/2023) bahwa klaim pengangguran baru meningkat menjadi 245 ribu dalam pekan yang berakhir 14 April dari 240 ribu pada pekan sebelumnya. Para ekonom memperkirakan pembacaan 242 ribu.

Federal Reserve Philadelphia melaporkan pada Kamis (20/4/2023) bahwa indeks manufaktur Fed Philadelphia adalah -31,3 pada April, turun dari -23,2 pada Maret. Itu adalah pembacaan terendah sejak Mei 2020. Para ekonom memperkirakan pembacaan -19,4.

"Jika Fed tetap pada jalurnya, kondisi keuangan yang luas akan terus mengetat, ekonomi akan melambat menuju resesi," kata Chris Senyek, kepala strategi investasi di Wolfe Research, dalam sebuah catatan pada Kamis (20/4/2023).

Loretta Mester, presiden Federal Reserve Cleveland, mengatakan pada Kamis (20/4/2023) bahwa "permintaan masih melampaui pasokan di pasar produk dan tenaga kerja dan inflasi masih terlalu tinggi," sambil mencatat bahwa suku bunga dana federal riil akan tetap "di wilayah positif untuk beberapa waktu" setelah bergerak di atas 5,0 persen.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement