Sabtu 15 Apr 2023 14:58 WIB

Soal Isu di Sarinah, di Prancis Malah Pesepak Bola Wanita 100 Persen Dilarang Berhijab

Larangan hijab ini mendapat pertentangan, tapi juga dukungan luas.

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Gilang Akbar Prambadi
Wanita berhijab. (Ilustrasi). Soal larangan hijab, di Prancis lebih keras. Wanita-wanita yang berprofesi sebagai pesepak bola dilarang menggunakan jilbab oleh Federasi Sepak Bola Prancis (FFF).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Wanita berhijab. (Ilustrasi). Soal larangan hijab, di Prancis lebih keras. Wanita-wanita yang berprofesi sebagai pesepak bola dilarang menggunakan jilbab oleh Federasi Sepak Bola Prancis (FFF).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komnas Perempuan angkat bicara mengenai kabar pelarangan pemakaian jilbab bagi Muslimah yang bekerja di PT Sarinah. Komnas Perempuan menegaskan tindakan itu merupakan pelanggaran HAM, kalau terbukti kebenarannya.

Isu larangan ini mulanya diembuskan oleh anggota Komisi VI DPR Andre Rosiade yang menyebut menerima aduan dan laporan dari karyawan PT Sarinah dilarang menggunakan hijab saat bekerja. Hal itu disampaikannya dalam dapat kerja dengan Wakil Menteri BUMN II, Kartika Wirjoatmodjo.

Baca Juga

Direktur Utama (Dirut) PT Sarinah, Fetty Kwartati, menampik informasi yang menyebut karyawannya dilarang memakai hijab saat bekerja. Saat ini, sambung dia, baik di level karyawan toko, SPG, hingga direksi ada yang menggunakan hijab.

"Kita tidak ada policy yang melarang karyawan di level mana pun berhijab. Yang dilakukan di lapangan seperti itu," ujar Fetty saat dihubungi republika.co.id.

Soal larangan hijab, di Prancis lebih keras. Wanita-wanita yang berprofesi sebagai pesepak bola dilarang menggunakan jilbab oleh Federasi Sepak Bola Prancis (FFF). 

Menteri Kesetaraan Prancis Elisabeth Moreno malah mengutuk larangan berjilbab bagi pesepakbola wanita Muslim. Elisabeth memberikan dukungan kepada sekelompok pesepakbola wanita yang berusaha membatalkan larangan tersebut.

Di FFF saat ini terdapat aturan melaran pemain yang mengikuti pertandingan kompetitif mengenakan simbol agama seperti jilbab bagi Muslim dan kippa bagi Yahudi. Larangan tersebut dikecam oleh kelompok perempuan yang dikenal sebagai ‘les Hijabeuses’.

Mereka menggugat secara hukum atas aturan diskiriminasi tersebut pada November lalu. Menurut mereka FFF telah melakukan diskriminatif dan melanggar hak orang menjalankan perintah agama.

"Undang-undang mengatakan bahwa perempuan muda ini bisa mengenakan jilbab dan bermain sepak bola. Di lapangan sepak bola hari ini, jilbab tidak dilarang. Saya ingin hukum dihormati," kata Elisabeth kepada televisi LCI tentang pembelaannya, dilansir dari dailysabah, Jumat (14/4/2023). 

Isu ini menjadi perbicangan dua bulan setelah pemilihan presiden Prancis. Senant Prancis, yang didominasi partai sayap kanan Republik mengusulkan undang-undang pada Januari yang akan melarang pemakaian simbol agama harus jelas di semua olahraga kompetitif. 

Banyak politisi sayap kanan di Prancis ingin memperluas pembatasan jilbab. Mereka melihat  pernyataan politik yang mendukung nilai-nilai Islam dan penghinaan terhadap nilai-nilai Prancis. Dalam beberapa tahun terakhir, mereka telah mengusulkan untuk melarang ibu yang menemani anak-anak dalam perjalanan sekolah mengenakan jilbab dan berusaha untuk melarang pakaian renang seluruh tubuh yang dikenal sebagai burkini.

Eric Ciotti, seorang anggota parlemen sayap kanan dari partai Republik konservatif, mengatakan pada bahwa penolakan partai Macron untuk mendukung larangan simbol-simbol agama dalam olahraga meninggalkan "rasa ketundukan yang mengerikan."

Sementara Federasi Sepak Bola Prancis berpendapat bahwa larangan ini hanya mengikuti hukum Prancis. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement