Sabtu 15 Apr 2023 07:36 WIB

Dolar Rebound Seiring Menguatnya Imbal Hasil Obligasi Pemerintah AS

Indek dolar terangkat 0,59 persen menjadi 101,6179 pada akhir perdagangan.

Petugas memberikan uang pecahan dolar AS kepada pembeli di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Selasa (4/10/2022). Nilai tukar dolar menguat terhadap sejumlah mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan Jumat (14/4/2023, bangkit kembali dari level terendah dua bulan setelah inflasi mendingin.
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Petugas memberikan uang pecahan dolar AS kepada pembeli di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Selasa (4/10/2022). Nilai tukar dolar menguat terhadap sejumlah mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan Jumat (14/4/2023, bangkit kembali dari level terendah dua bulan setelah inflasi mendingin.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Nilai tukar dolar menguat terhadap sejumlah mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan Jumat (14/4/2023, bangkit kembali dari level terendah dua bulan setelah inflasi mendingin. Kenaikan didorong kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS menyusul rilis data ekonomi AS dan komentar hawkish dari seorang pejabat Fed.

Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, terangkat 0,59 persen menjadi 101,6179 pada akhir perdagangan. Pada akhir perdagangan New York, euro turun menjadi 1,0999 dolar AS dari 1,1046 dolar AS pada sesi sebelumnya, dan pound Inggris turun menjadi 1,2414 dolar AS dari 1,2523 dolar AS pada sesi sebelumnya.

Baca Juga

Dolar AS dibeli 133,7870 yen Jepang, lebih tinggi dari 132,7800 yen Jepang pada sesi sebelumnya. Dolar AS meningkat menjadi 0,8939 franc Swiss dari 0,8882 franc Swiss, dan naik menjadi 1,3360 dolar Kanada dari 1,3339 dolar Kanada. Dolar AS naik menjadi 10,3245 krona Swedia dari 10,2654 krona Swedia.

Gubernur Federal Reserve Christopher Waller salah satu hawkish terbesar bank sentral pada suku bunga, dalam sebuah pidatonya pada Jumat (14/4/2023) mengatakan dia menginginkan lebih banyak pengetatan moneter meskipun ada bukti bahwa inflasi di Amerika Serikat turun dari tertinggi empat dekade.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement