REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Senior Economist DBS Bank Radhika Rao memprediksi defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) akan terjaga di bawah tiga persen dari produk domestik bruto (PDB) pada 2023. Ini sesuai target pemerintah.
"Kami pikir defisit fiskal akan lebih kecil dibandingkan tahun lalu, artinya pemerintah tidak perlu meminjam lebih banyak, termasuk dari sumber luar negeri," katanya dalam diskusi dengan media di Jakarta, Selasa (28/3/2023).
Sebelumnya, pemerintah mencatat defisit APBN mencapai 2,38 persen dari PDB pada 2022 atau lebih rendah dari target sekitar 4,5 persen. Kinerja APBN yang kuat tersebut diperkirakan akan berlanjut pada 2023.
Sementara itu, neraca transaksi berjalan diperkirakan masih akan mengalami surplus, meskipun nilainya lebih kecil dibandingkan tahun 2022. Radhika memperkirakan nilai tukar rupiah akan stabil pada 2023 yakni berada di kisaran Rp 15.300 sampai Rp 15.600 per dolar AS, yang terjaga oleh intervensi kebijakan dari pemerintah dan Bank Indonesia.
"Ini juga akan bergantung pada pergerakan rupiahdan kami juga berekspektasi agar dolar tetap sedikit melunak saat The Fed mencapai puncak suku bunga acuannya," katanya.
Ia memperkirakan bank sentral AS The Fed hanya akan menaikkan suku bunga acuan sekali lagi sebesar 25 basis poin (bps) pada Mei 2023. Kenaikan itu nantinya menjadikan suku bunga acuan Fed Fund Rate berada di level terminal rate-nya sebesar 5,25 persen.
Penurunan agresivitas The Fed, menurutnya, disebabkan oleh tingkat inflasi AS yang menurun dibandingkan tahun sebelumnya, meskipun inflasi di AS masih cukup tinggi dibandingkan pada 2018-2019 karena tingkat penyerapan tenaga kerja dan kenaikan upah yang masih tinggi.