REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan evaluasi Terminal BBM Plumpang memerlukan dukungan dari banyak pihak, termasuk pemerintah daerah.
Erick secara gamblang menjelaskan tentang sejarah Terminal BBM Plumpang yang pada 1972 telah memiliki batas aman dari permukiman. Namun pada 1987, mulai tampak munculnya permukiman di sekitar Terminal BBM yang notabene berada di atas lahan Pertamina.
Erick menyampaikan kepadatan penduduk kian masif pasca-reformasi pada 1998. Hal ini terlihat dalam peta area Terminal BBM yang kian padat penduduk.
"Pada 2023, itu memang sudah berhimpitan, bahkan mungkin pernah lihat foto-foto yang menampilkan saat sebuah pipa berdekatan dapur milik penduduk. Ini lahan Pertamina, tapi isunya bagaimana kita menyelesaikan persoalan lahan tanpa dukungan pemda, termasuk obvitnas di daerah lain," ujar Erick saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Gedung DPR, Jakarta, Senin (20/3/2023).
Untuk itu, Erick mengatakan keberadaan buffer zone atau zona penyangga menjadi hal yang harus dilakukan dalam waktu dekat. Hal ini bertujuan agar operasional Terminal BBM tetap berjalan dan keselamatan masyarakat juga terjamin.
"Buffer zone (Terminal BBM Plumpang) ini pun hanya 52,5 meter, padahal rata-rata buffer zone internasional itu 500 meter. Ini sangat berhimpitan. Oleh karena itu, salah satu yang diusulkan nanti buffer zone ada kanal atau air untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan," ucap pria berdarah Lampung-Majalengka tersebut.
Erick mengatakan Terminal BBM Plumpang dengan kapasitas 324.525 kiloliter (KL) mempunyai peranan penting lantaran berkontribusi 15 persen dalam suplai kebutuhan BBM nasional.
"Makanya saat terjadi peristiwa itu, saya langsung kembali, Dirut Pertamina Bu Nicke kembali, karena sesuai arahan Presiden, masyarakat harus jadi prioritas. Kita memastikan semua layanan kepada masyarakat menjadi hal yang utama," kata Erick.