Senin 13 Mar 2023 21:32 WIB

Ada Bank Tutup di AS, OJK: Tidak Berdampak ke Indonesia

OJK menilai, penutupan SVB tidak berdampak langsung terhadap perbankan Indonesia.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Ahmad Fikri Noor
 Logo SVB ditampilkan pada smartphone di luar cabang bank HSBC di London, Inggris, Senin (13/3/2023). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai, penutupan Silicon Valley Bank (SVB) oleh Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) Amerika Serikat pada 10 Maret lalu tidak akan berdampak langsung terhadap industri perbankan Indonesia.
Foto: EPA-EFE/ANDY RAIN
Logo SVB ditampilkan pada smartphone di luar cabang bank HSBC di London, Inggris, Senin (13/3/2023). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai, penutupan Silicon Valley Bank (SVB) oleh Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) Amerika Serikat pada 10 Maret lalu tidak akan berdampak langsung terhadap industri perbankan Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai, penutupan Silicon Valley Bank (SVB) oleh Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) Amerika Serikat pada 10 Maret lalu tidak akan berdampak langsung terhadap industri perbankan Indonesia. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan industri perbankan Indonesia memiliki kondisi yang kuat dan stabil.

“Penutupan SVB diperkirakan tidak berdampak langsung terhadap perbankan Indonesia yang tidak memiliki hubungan bisnis, facility line maupun investasi pada produk sekuritisasi SVB,” kata Dian dalam pernyataan tertulisnya, Senin (13/3/2022) malam.

Baca Juga

Berbeda dengan SVB dan perbankan di AS umumnya, Dian menuturkan, bank-bank di Indonesia tidak memberikan kredit dan investasi kepada perusahaan technology startups maupun kripto. Untuk itu, Dian mengharapkan masyarakat dan industri tidak terpengaruh terhadap berbagai spekulasi yang berkembang.

Dian menilai, Indonesia setelah krisis keuangan 1998 telah melakukan langkah-langkah yang mendasar dalam rangka penguatan kelembagaan. “Infrastruktur hukum dan penguatan tata kelola serta perlindungan nasabah yang telah menciptakan sistem perbankan yang kuat, resilien, dan stabil,” jelas Dian.

Hal tersebut tecermin dari kinerja industri perbankan yang terjaga baik dan solid. Selain itu Dian mengatakan industri perbankan Indonesia tetap tumbuh positif di tengah tekanan perekonomian domestik dan global yang selama ini berlangsung.

Dian menambahkan, saat ini kondisi perbankan Indonesia menunjukkan kinerja likuiditas yang baik. “AL/NCD dan AL/DPK di atas threshold yakni sebesar 129,64 persen dan 29,13 persen jauh diatas ambang batas ketentuan masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen,” ungkap Dian.

Aset perbankan juga terjaga pada komposisi yang proporsional dengan komposisi Dana Pihak Ketiga (DPK) yang didominasi oleh current account and saving account (CASA) atau dana murah yang semakin meningkat. Dengan begitu menurutnya tidak sensitif terhadap pergerakan suku bunga.

Begitu juga untuk kinerja lainnya seperti risiko kredit, risiko pasar, permodalan, dan profitabilitas masih terjaga dan tumbuh positif. Selain itu, lanjut Dian, saat ini tidak ada bank umum di Indonesia yang masuk dalam kategori Bank Dalam Resolusi yaitu bank yang mengalami kesulitan keuangan, membahayakan kelangsungan usahanya, dan tidak dapat disehatkan.

Dia memastikan, OJK terus melakukan berbagai langkah kebijakan kolaboratif dan sinergi dengan Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan, baik secara langsung maupun melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Khususnya dalam rangka mengantisipasi dampak dan tekanan global yang mungkin terjadi.

“OJK memastikan akan terus meningkatkan pemantauan terhadap berbagai perkembangan yang terjadi secara global dan implikasinya terhadap perbankan Indonesia,” tutur Dian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement