Senin 13 Mar 2023 06:10 WIB

Potensi Suku Bunga Tinggi Tekan Kinerja IHSG

Pengetatan kebijakan moneter dapat menyebabkan penurunan kegiatan ekonomi.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Fuji Pratiwi
Karyawan berada di dekat papan pergerakan saham di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (10/2/2023) (ilustrasi). Pasar ekuitas sedikit tertekan pekan lalu. Pada perdagangan Jumat (10/3/2023), IHSG ditutup melemah sebesar 0,51 persen dan memperdalam penurunan hingga sebesar 0,71 persen selama sepekan terakhir.
Foto: Republika/Prayogi.
Karyawan berada di dekat papan pergerakan saham di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (10/2/2023) (ilustrasi). Pasar ekuitas sedikit tertekan pekan lalu. Pada perdagangan Jumat (10/3/2023), IHSG ditutup melemah sebesar 0,51 persen dan memperdalam penurunan hingga sebesar 0,71 persen selama sepekan terakhir.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasar ekuitas sedikit tertekan pekan lalu. Pada perdagangan Jumat (10/3/2023), IHSG ditutup melemah sebesar 0,51 persen dan memperdalam penurunan hingga 0,71 persen selama sepekan terakhir.

Seluruh sektor ditutup melemah dengan sektor material dasar dan sektor energi mengalami pelemahan masing-masing 3,43 persen dan 2,73 persen. Penurunan indeks mendapat pengaruh dari sentimen global.

Baca Juga

"Kondisi ekonomi global dikhawatirkan akan menurun. Pengetatan kebijakan moneter dapat menyebabkan penurunan permintaan energi dan aktivitas industri manufaktur," kata  Financial Expert Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih, dikutip Ahad (12/3/2023). 

Kekhawatiran pelaku pasar akan melemahnya kondisi ekonomi global, khususnya di AS diakibatkan indikator ekonomi seperti data tenaga kerja dan konsumsi yang masih solid mengindikasikan tingkat inflasi yang masih tinggi. 

Data tersebut mendorong The Fed untuk lebih hawkish terhadap kebijakan moneternya, yaitu menaikkan suku bunga. Pernyataan Ketua The Fed Jerome Powell di depan parlemen belum lama ini mengisyaratkan adanya kenaikan suku bunga

"Kebijakan The Fed mempertahankan suku bunga di level tinggi dalam beberapa periode ke depan menjadi salah satu katalis negatif untuk pasar ekuitas, baik di AS maupun domestik," kata Ratih. 

Selain itu, penurunan di pasar ekuitas beriringan dengan melesatnya imbal hasil obligasi AS untuk tenor 10 tahun yang kembali menyentuh level empat persen. Situasi tersebut juga mengakibatkan nilai tukar rupiah kembali terdepresiasi dalam satu bulan terakhir sebesar 2,13 persen terhadap dolar AS.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement