Kamis 09 Mar 2023 17:59 WIB

Terbukti Lakukan Pelanggaran, Perlukah Rafael Alun Dimiskinkan?

Sanksi untuk RAT belum ideal mengingat pencucian uang yang dilakukan cukup fantastis.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Friska Yolandha
Mantan Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Selatan II, Rafael Alun Trisambodo (RAT) usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta (1/3/2023). KPK melakukan pemeriksaan terhadap  RAT yang merupakan orang tua dari Mario Dandy yang saat ini berstatus tersangka dalam kasus dugaan penganiayaan terhadap Cristalino David Ozora untuk dimintai klarifikasi terkait laporan harta kekayaan pejabat negara (LHKPN).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Mantan Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Selatan II, Rafael Alun Trisambodo (RAT) usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta (1/3/2023). KPK melakukan pemeriksaan terhadap RAT yang merupakan orang tua dari Mario Dandy yang saat ini berstatus tersangka dalam kasus dugaan penganiayaan terhadap Cristalino David Ozora untuk dimintai klarifikasi terkait laporan harta kekayaan pejabat negara (LHKPN).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah memberi sanksi kepada Rafael Alun Trisambodo (RAT) berupa pemecatan dan tidak menerima uang pensiun. Hukuman itu diberikan karena mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) itu terbukti melakukan pelanggaran berat.

Hanya saja, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, sanksi itu masih belum ideal. Alasannya, kasus transaksi pencucian uang RAT cukup fantastis.

Baca Juga

Menurutnya, kasus seperti RAT perlu mendapat sanksi seperti di China. Perlu diketahui, di Negeri Tirai Bambu pegawai yang ketahuan korupsi mendapat sanksi dimiskinkan.

Sanksi serupa, kata Bhima, perlu diterapkan di Indonesia agar ada efek jera. "Jadi di samping pemerintah mengambil jalan untuk mendorong penyidikan korupsi, suap secara lebih cepat, pemerintah juga bisa menjatuhkan sanksi berupa pengembalian harta RAT kepada negara," ujar dia saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (9/3/2023).

Hal itu, lanjutnya, bisa dilakukan dengan metode pengurangan harta yang ditetapkan sebagai transaksi mencurigakan dikurangi dengan gaji dan tukin selama menjabat di DJP. Sisa dari harta tadi harus disita oleh negara dan dipergunakan untuk belanja belanja sosial misalnya. 

"Cara untuk memiskinkan penyelenggara negara yang terbukti melakukan tindakan seperti RAT bisa meningkatkan kembali kepercayaan terhadap pembayar pajak. Jangan sampai kasus RAT ini laten karena sepertinya bukan hanya di satu instansi," tegas Bhima.

Sementara, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menyatakan, Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) di Indonesia tidak mengatur sanksi berupa memiskinkan pegawai yang melakukan pelanggaran. "Kita kan bekerja dengan undang-undang dan tidak bisa pakai undang-undang China," jelasnya kepada wartawan di Jakarta, Rabu (8/3/2023).

Ia mengatakan, saat ini kasus RAT masih diproses di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan lainnya. Maka, kata Prastowo, kelanjutan hukuman RAT masih ditunggu. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement