Selasa 28 Feb 2023 23:03 WIB

FAO-Kementan Luncurkan Strategi Digitalisasi Pertanian

Pintu masuk utama transformasi sistem pertanian pangan adalah digitalisasi.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Lida Puspaningtyas
Petani melakukan perawatan tanaman di ruang penyemaian Semaii di sebuah kafe resto di kawasan Alam Sutera, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (3/2/2023). Pertanian dengan konsep tertutup atau Controlled Environment Agriculture (CEA) tersebut menanam hingga 20 jenis tanaman yang dipasarkan ke berbagai restoran di Indonesia seperti Arugula, Swiss Chards, Chervil, Viola, Red Veined Sorrel, dan menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung kafe tersebut.
Foto: ANTARA FOTO/Fauzan
Petani melakukan perawatan tanaman di ruang penyemaian Semaii di sebuah kafe resto di kawasan Alam Sutera, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (3/2/2023). Pertanian dengan konsep tertutup atau Controlled Environment Agriculture (CEA) tersebut menanam hingga 20 jenis tanaman yang dipasarkan ke berbagai restoran di Indonesia seperti Arugula, Swiss Chards, Chervil, Viola, Red Veined Sorrel, dan menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung kafe tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) bersama dengan Kementerian Pertanian (Kementan) meluncurkan Strategi Nasional E-agriculture. Strategi digital pertanian tersebut bertujuan untuk memanfaatkan sumber daya data dan informasi di sektor pertanian untuk kepentingan petani kecil.

"Sangat penting untuk dicatat bahwa Kementerian Pertanian bekerjasama dengan FAO telah mempercepat pembangunan pertanian di negara ini. Saya mengapresiasi strategi nasional e-agriculture yang bertujuan memberikan fasilitasi instrumen yang sangat dibutuhkan Kementerian untuk mempercepat pembangunan pertanian kita di hulu, on farm, dan pasca panen, agar petani memperkuat posisinya industri pertanian", kata Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Soebagyono, Selasa (28/2/2023).

Baca Juga

Nantinya melalui Strategi Nasional E-agriculture tersebut akan menghasilkan data berupa luas lahan yang digarap, produktivitas, jalur pemasaran, diversifikasi harga komoditas konsumsi, dan keamanan pangan yang sangat dibutuhkan oleh pengambil kebijakan. Melalui data komprehensif tersebut dapat mempercepat pengembangan Early Warning System (EWS) yang akhirnya dapat mengurangi dampak bencana tertentu di suatu negara.

Selain itu di dalam Roadmap Strategi Nasional E-pertanian diharapkan pada tahun 2027 Indonesia akan memiliki basis data terintegrasi untuk lahan pertanian dan petani; itu menyediakan sistem peringatan dini digital untuk bencana yang mengancam produksi pertanian, dan menjalankan sistem untuk pengumpulan, ekstraksi, dan analisis data pertanian.

“Salah satu pintu masuk utama transformasi sistem pertanian pangan di Indonesia adalah digitalisasi pertanian. Digitalisasi akan menghasilkan data yang terpercaya dan platform bagi para pembuat keputusan untuk membuat kebijakan yang tepat sasaran. Kita perlu mengumpulkan data real time untuk informasi yang lebih transparan untuk memudahkan petani mendapatkan akses yang lebih baik ke pasar", kata Perwakilan FAO di Indonesia dan Timor Leste, Rajendra Aryal.

Selain itu digitalisasi pertanian juga diharapkan menarik kaum muda untuk terlibat dalam bisnis pertanian, “Digitalisasi adalah masa depan, dan masa depan sekarang adalah untuk memberdayakan perempuan, laki-laki, dan pemuda di bidang pertanian" ujar Rajendra.  

Dalam peluncuran program tersebut juga ditampilkan bagaimana digitalisasi pertanian dilakukan. Pengumpulan data dilakukan melalui platform Data Pertanian Digital (DCP).

“Begitu data tersedia, penerapan solusi elektronik lainnya relatif mudah diikuti dan diintegrasikan. Implementasi e-solution untuk setiap daerah akan dilakukan secara selektif berdasarkan kebutuhan daerah, ketersediaan infrastruktur, dan kearifan lokal”, terang Rajendra.

Kementerian Pertanian dan FAO menggandeng Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada dalam membuat DCP berbasis web dan mobile yang dapat merekam data secara real time. Data yang telah dikumpulkan dan disusun oleh DCP di lapangan menghubungkan data real time dengan Agriculture War Room (AWR) Kementan di Jakarta.

 

Pilot project DCP sudah dilakukan di Desa Margoluwih, Yogyakarta dan di Desa Pupuan, Bali. Kementerian Pertanian bahkan telah memperluas percontohan ke Subang di Jawa Barat pada Januari tahun ini.

 

Kemudian, FAO juga menginisasi pekerjaan eksperimental dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk mengembangkan basis data untuk menghitung total luas lahan pertanian dan hasil panen yang sedang berlangsung. Kerja sama ini selanjutnya bertujuan untuk mengintegrasikan data satelit BRIN dengan data di lapangan yang terekam oleh  di DCP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement