REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan, gagasan pemberian bunga nol persen bagi pelaku usaha mikro mendapatkan respons positif dari Bank Indonesia (BI). Erick menyampaikan, Kementerian BUMN dan BI akan terus melakukan koordinasi terkait hal ini.
"Respons BI sangat positif, kan sudah bikin tim, dari BI kirim dua orang, (tim) saya enggak tanggung-tanggung, kirim dua Wamen (wakil menteri BUMN), ini serius," ujar Erick dalam Economic Outlook 2023 bertajuk "Menjaga Momentum Ekonomi di Tengah Ketidakpastian" di Jakarta, Selasa (28/2/2023).
Erick menjelaskan, gagasan pemberian kredit dengan bunga nol persen bermula saat menjalani rapat dengan Komisi VI DPR beberapa waktu lalu. Erick mengapresiasi dorongan Komisi VI yang ingin BUMN berkontribusi lebih dalam menekan tingginya bunga kredit yang didapat UMKM.
"Kita sudah bicarakan dengan BI, bagaimana BI bisa memberikan dana murah ke Himbara dengan bunga nol persen. Itu pernyataan saya. Artinya kalau BI memberikan bunga nol persen ke Himbara, berarti bunga UMKM bisa turun beberapa persen, itu yang kita dorong," ucap Erick.
Erick menyampaikan, ide ini dapat menjadi alternatif bagi para pelaku usaha mikro. Sebelumnya, lanjut Erick, pemerintah telah memiliki program kredit dengan bunga tiga persen. Namun, program tersebut tidak bisa dilakukan sepanjang tahun lantaran tergantung dengan keuangan negara.
"(Keuangan negara) hari ini luar biasa punya surplus perdagangan 54 miliar dolar AS, tertinggi sepanjang sejarah, tapi dengan situasi geopolitik apakah tetap 54 miliar dolar AS," sambung Erick.
Erick menyampaikan negara juga perlu melakukan efisiensi dalam mengantisipasi dampak ketidakpastian ekonomi global. Terlebih, Erick sampaikan, Indonesia juga mempunyai tantangan besar dengan kian meningkatkan jumlah penduduk dan kelas menengah ke depan. Hal ini akan berdampak pada meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap pangan hingga energi.
"Maka harus efisien, tidak bisa subsidi, subsidi ini, itu, sedangkan masyarakat jumlahnya semakin banyak, kelas menengah makin banyak. Contoh impor daging pasti makin besar karena yang makan daging makin banyak," kata Erick.