REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir terus mendorong pendanaan murah bagi para pelaku usaha mikro. Hal ini dilakukan Erick melalui pengajuan usulan pemberian bunga pinjaman nol persen untuk pelaku usaha mikro.
Ekonom dan Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Ryan Kiryanto memandang pada prinsipnya, wacana tersebut bisa saja diimplementasikan. Asalkan, pendataan terkait penerima disiapkan dengan matang agar penyaluran tepat guna, tepat sasaran dan tepat manfaat.
"Datanya harus betul-betul precise, paling tidak mendekati 650 agar penyaluran kreditnya tepat guna, tepat sasaran, dan tepat manfaat," ujar Ryan dalam Inabanks - Focus Group Discussion (FGD) 2023: 'Penerapan Prinsip Prudential Banking dalam Penyaluaran Kredit Bank BUMN' yang berlangsung secara daring, Senin (27/2/2023).
Ryan tak memungkiri, akan sangat sulit bila bank menyalurkan kredit tanpa bunga. Padahal, dana yang dihimpun dari masyarakat dikenakan bunga, baik itu tabungan, giro, atau deposito.
"Pandangan para akademis, bank harus diberikan semacam insentif, sebagai imbal jasa karena bank sudah melakukan pekerjaan tersebut. Bank itu kan dalam mengoperasikan kegiatan usahanya melibatkan orang, tenaga kerja yang harus dibayar," tuturnya.
- Bahkan, bank juga harus mengeluarkan modal investasi melalui kantor cabang maupun digitalisasi. Selain itu, juga dibutuhkan biaya pengawasan.
"Kan pinjaman yang diberikan harus diawasi, harus dimonitor, harus dievaluasi, ini juga terkait biaya. Nah sebagai ganti biaya plus insentifnya, itu harus disediakan secara khusus," ujar Ryan.
Pemerintah, sambung Ryan, juga harus mengalokasikan anggaran tersebut di pos belanja APBN atau pos perlindungan sosial, atau unsur bantuan sosial. "Mirip-mirip dengan bantuan subsidi untuk kredit UMKM yaitu KUR yang sebagian bunganya disubsidi pemerintah melalui APBN," ucapnya.
Hal terpenting lainnya adalah adanya pembinaan atau pendampingan baik oleh pihak bank atau pihak ketiga yang ditunjuk oleh bank atau pemerintah. Karena, bila tidak ada pembinaan, kemungkinan kredit disalahgunakan bisa saja terjadi.
"Misalnya diberikan kredit Rp 25 juta dengan bunga nol persen tidak untuk usaha warung, tetapi dibelikan motor untuk kegiatan-kegiatan yang tidak produktif," tutur Ryan.