REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebutkan, surplus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencapai Rp 90,8 triliun pada Januari 2023. Angka itu setara dengan 0,43 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
"Surplus ini menunjukkan kinerja APBN positif. Maka bisa mendukung pemulihan, namun di satu sisi APBN kembali sehat," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KITA secara virtual, Rabu (22/2/2023).
Dijelaskan, surplus APBN pada bulan lalu jauh lebih tinggi dibandingkan surplus pada Januari 2022 yang sebesar Rp 29,6 triliun. Sementara pada Januari 2021 mengalami defisit senilai Rp 45,5 triliun.
Sri Mulyani menuturkan, surplus APBN pada Januari 2023 berasal dari realisasi pendapatan negara yang lebih tinggi dari realisasi belanja. Secara rinci, pendapatan negara pada tahun awal tahun ini sebesar Rp 232,2 triliun atau tumbuh 48,1 persen year on year (yoy), sedangkan realisasi belanja negara sebesar Rp 141,4 triliun atau tumbuh 11,2 persen yoy.
Tingginya pertumbuhan realisasi pendapatan negara di antaranya karena naiknya pertumbuhan penerimaan perpajakan sebesar 38,9 persen yoy menjadi Rp 186,3 triliun. Kemudian Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) melesat 103 persen yoy menjadi Rp 45,9 triliun.
Penerimaan perpajakan mencakup penerimaan pajak yang mencapai Rp 162,2 triliun atau tumbuh 48,6 persen yoy juga penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar Rp 24,1 triliun atau terkontraksi 3,4 persen yoy. Sri Mulyani memaparkan, realisasi belanja negara terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp 83,2 triliun atau tumbuh 15,2 persen yoy dan transfer ke daerah sebesar Rp 58,2 triliun atau tumbuh 5,9 persen yoy.
Adapun belanja pemerintah pusat meliputi belanja kementerian/lembaga (k/l) sebesar Rp 28,7 triliun atau tumbuh 31,5 persen yoy dan belanja non k/l senilai Rp 54,5 triliun atau tumbuh 8,1 persen yoy. "Kami akan jaga terus supaya belanja negara mampu menjaga momentum pemulihan ekonomi yang terus menguat," kata Sri Mulyani.