REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Malaysia akan terus mempererat jalinan kerja sama dengan Indonesia di era perkembangan teknologi digital yang kian masif. Apalagi, Malaysia berharap peran teknologi digital dapat memberikan sumbangan yang tidak kecil bagi perekonomian nasional.
Menteri Komunikasi dan Digital Malaysia Fahmi Fadzil menyatakan, negaranya menargetkan kontribusi dari sektor ekonomi digital bisa mencapai 24,4 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional. "Sumbangan ekonomi digital terhadap PDB ini diprediksi meningkat menjadi 25 persen," kata Menteri Fahmi saat melakukan pertemuan secara daring dengan sejumlah media massa Indonesia, Senin (6/2).
Menurut Fahmi, kontribusi sektor ekonomi digital ini tentu berdampak besar tidak hanya bagi relasi Malaysia-Indonesia, tapi juga untuk rumpun ASEAN. "Kita lihat ada potensi yang sangat-sangat besar dalam ruang digital. Dan itu perlu ada pembaharuan pemikiran di antara kedua negara ke arah untuk menggaet potensi tersebut," kata Fahmi.
Apalagi, dengan jumlah penduduk ASEAN setotal 660 juta jiwa, dengan PDB yang mencapai triliunan dolar AS, ungkap Fahmi, tentu berpotensi sangat besar dalam mengembangkan ekonomi kedua negara dan kawasan ASEAN. "Kita bisa menjadi satu hub yang akan bisa mempercepat pembangunan," kata Fahmi yang suka bermain wayang ini.
Masing-masing negara, ungkapnya, tentu memiliki potensi yang berbeda. Singapura bisa memainkan perannya sebagai financial hub atau pusat keuangan ASEAN dengan penekanan pada perbankan. Sedangkan di Indonesia, sangat maju dalam inovasi digital dengan terlahirnya banyak unicorn. "Ada Gojek dan lainnya. Ini market dengan populasi yang besar, dan juga aspek logistik," kata Fahmi.
Adapun Malaysia, Fahmi menjelaskan, memfokuskan pada pengembangan pusat data. "Malaysia menjadi pusat data center, pusat pemrosesan data. Ada beberapa perusahaan yang telah hadir di Malaysia terkait data center," ungkapnya.
Lebih dari itu, kata Fahmi, adalah menjadikan rumpun ASEAN yang saling terhubung dengan sangat baik sebagai kekuatan ekonomi digital. Ke depannya tentu dia harapkan kerja sama erat dalam ekonomi digital ini berdampak pada kesejahteraan masing-masing warga negara.
Tantangan pun mengadang dalam penguatan ekonomi digital ini. Dia mencontohkan aktivitas scammer di Malaysia. Setiap tahun, ungkapnya, aktivitas scammer di Malaysia mencapai 500 juta ringgit atau sekitar Rp 1,9 triliun. "Ada pencurian oleh scammer dalam nilai yang tidak kecil," kata Fahmi.
Perkembangan teknologi digital yang sangat cepat juga menjadi tantangan lain dalam relasi Malaysia-Indonesia. Untuk itu, interaksi wartawan kedua negara menjadi sangat penting, utamanya dalam menghadapi platform global seperti Tiktok, Google, dan Meta yang bisa berpengaruh pada perekonomian kedua negara. Kendati, masyarakat masih salah paham antara konten media sosial dan jurnalisme berkualitas.
"Jika dulu ada crypto bubble, sekarang AI bubble. Jadi persoalan moral ini wartawan, jurnalis, pemikir punya moral duty juga untuk memikirkan," kata Fahmi yang sangat fasih menceritakan tentang dunia perdalangan.