REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia Teuku Riefky mengatakan, pertumbuhan ekonomi sepanjang 2022 diperkirakan 5,18 persen sampai 5,20 persen secara tahunan.
Sementara pertumbuhan pada kuartal IV 2022, diprediksi mencapai 4,56 persen secara year on year. "Dengan mempertimbangkan semua hal, Indonesia mungkin tidak akan tumbuh di atas lima persen pada kuartal IV 2022, karena menghilangnya low-base effect dan harga komoditas yang lebih rendah pada akhir 2022 dibandingkan dengan kuartal kedua dan ketiga 2022," kata Riefky dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat (3/2/2023).
Riefky mengatakan, pertumbuhan pada kuartal IV 2022 tersebut melemah dibandingkan kuartal III 2022 yang sebesar 5,72 persen persen. Pelemahan pertumbuhan tersebut disebabkan peningkatan inflasi yang berada di atas target Bank Indonesia yang sebesar tiga persen plus minus satu persen akibat lonjakan harga komoditas yang menyebabkan perlunya penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM).
Meskipun demikian, tekanan inflasi pada 2022 masih lebih rendah dari perkiraan awal dan relatif masih terjaga. Hal ini berkat penundaan kenaikan harga BBM dan kebijakan normalisasi inflasi yang terkoordinasi dengan baik oleh BI dan pemerintah Indonesia.
"Indonesia berhasil menyalurkan windfall profit komoditas untuk meningkatkan pemasukan pada anggaran dan menunda kenaikan harga BBM," kata Riefky.
Hanya saja pelemahan ekonomi pada kuartal IV 2022 juga terjadi karena periode surplus perdagangan yang berkepanjangan diperkirakan akan segera berakhir mengingat harga komoditas mulai menurun secara bertahap. Untuk 2023, Riefky memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan berkisar 4,9 sampai 5,0 persen.