REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) terus berupaya memastikan transparansi investasi kripto. Plt Kepala Bappebti Didid Noordiatmoko mengatakan berbagai aset digital memang rentan dimasuki kejahatan pencucian uang bahkan terorisme.
“Makannya kami kerjasama dengan Dukcapil bahwa industri kita transparan, bersih siapa yang bermain, kami menyediakan informasi data pengguna dan saya harapkan kami bisa mengatakan industri kripto jadi bersih, transparan,” kata Didid dalam acara Bulan Literasi Kripto di Jakarta, Kamis (2/2/2023).
Dilaporkan bahwa nilai transaksi kripto sepanjang 2022 sebesar Rp 306,4 triliun, turun 64,3 persen dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp 858,76 triliun. Sementara pada 2020, tercatat Rp 64,9 triliun.
Menurut Didid, persoalan naik dan turun adalah hal biasa. Tetapi tudingan bahwa aset kripto dimanfaatkan untuk tindak pencucian uang, bahkan pendanaan terorisme, itu bisa dipantau.
Tentu saja Bappebti mengharapkan agar pelaku industri memanfaatkan integrasi data dengan Dirjen Dukcapil untuk menjadi prasyarat, dalam rangka bergerak bersama-sama mengenbangkan industri ini. Bappebti berupaya memfasilitasi, meminta pada industri untuk memanfaatkan semua layanan.
Tentu jika masih ada pelaku usaha yang tidak memanfaatkan layanan, seperti dari Dukcapil, akan terus diingatkan agar bersama-sama menjalankan industri ini dengan baik.
“Saya tidak mau dituduh sebagai regulator, dianggap apa kerja Bappebti? Kami mencoba memfasilitasi,” ujar Didid.
Investasi aset digital kripto tercatat lebih banyak diminati kaum muda atau generasi milenial, dengan rata-rata transaksi di bawah Rp 500 ribu. Sampai 2022, jumlah investor kripto telah mencapai 16,55 juta atau hampit 17 juta orang. Namun, diperkirakan masih ada yang belum mendaftar ke Bappebti.
“Target kami adalah eligible untuk berinvestasi, kalau dilihat 70 persen nilai investasi di bawah Rp 500 ribu, tapi orang-nya banyak,” kata Didid.