Senin 30 Jan 2023 13:53 WIB

Kepala BPS Sebut Tata Kelola Data Kemiskinan Perlu Perbaikan

Perlu standarisasi siapa si miskin sehingga penentuan target tepat sasaran.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Lida Puspaningtyas
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas dan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono menjawab pertanyaan wartawan di Jakarta, Senin (30/1//2023).
Foto: Republika/Iit Septyaningsih
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas dan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono menjawab pertanyaan wartawan di Jakarta, Senin (30/1//2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono menyebutkan, angka kemiskinan nasional pada 2022 sebesar 9,50 persenan. Sementara persentase kemiskinan ekstremnya sebesar 2,04 persen.

Pemerintah menargetkan angka kemiskinan pada 2024 mendatang ditargetkan turun menjadi tujuh persen. Sementara angka kemiskinan ekstrem pada tahun tersebut dijangkar menyentuh nol persen.

Baca Juga

Margo menilai, akan sulit mencapai target itu. "Melihat tren data, sulit capai target, namun demikian perlu ada perbaikan sistematik tata kelola kemiskinan, termasuk tata kelola data," ujarnya dalam Launching Reformasi Birokrasi BPS Tahun 2023 dan Hasil Long Form Sensus Penduduk 2020 di Menara Danareksa, Jakarta, Senin (30/1).

Meski sulit, kata dia, pemerintah harus berupaya melakukan percepatan dan tata kelola baru agar target 2024 bisa dicapai. BPS, lanjutnya, kemudian menyandingkan data kemiskinan ekstrem di 212 kabupaten atau kota.

"Pada Maret 2021 kemiskinan ekstrem 3,61 persen. Lalu Maret 2022 turun menjadi 2,76 persen," tuturnya.

Kemudian, lanjut dia, dari miskin ekstrem menjadi miskin angkanya 2,91 persen pada 2022. Hal tersebut dinilainya sebagai bagian dari keberhasilan pemerintah pada tahun lalu.

Di sisi lain, sambungnya, terdapat masyarakat pada 2021 di posisi miskin ekstrem lalu pada 2022 masih sama, datanya sebesar 0,70 persen. Ada pula yang pada 2021 di posisi miskin namun pada 2022 menjadi miskin ekstrem, angkanya sebesar 2,06 persen.

"Artinya kemiskinan itu dinamis, maka perlu merancang data dengan tata kelola baik agar sasarannya menjadi clear," tutur Margo.

Ia melanjutkan, perlu pemuktahiran data secara rutin, terintegrasi, dan berkesinambungan. Selanjutnya, perlu standarisasi siapa si miskin sehingga penentuan target tepat sasaran dan tidak berbeda-beda antara kementerian, lembaga serta daerah.

"Perlu dibangun dan dipetakan dengan jelas siapa yang miskin ekstrem itu agar sasarannya sama," ujar dia.

Perlu diketahui, BPS diberikan tugas melakukan evaluasi pengentasan kemiskinan ekstrem.

"Ini saya selalu laporkan kepada Presiden bagaimana progres pemerintah dalam pengentasan kemiskinan ekstrem," tutur Margo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement