Senin 23 Jan 2023 18:04 WIB

Jepang Ungkap Kondisi Keuangan Semakin Genting  

Jepang akan meningkatkan upaya untuk menjaga stabilitas penerbitan obligasi Jepang.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Menteri Keuangan Jepang Shunichi Suzuki mengungkapkan saat ini kondisi keuangan negara menjadi semakin genting. Peringatan tersebut muncul saat pasar menguji apakah bank sentral dapat mempertahankan suku bunga sangat rendah.

"Keuangan publik Jepang telah meningkat parah ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya karena kami telah menyusun anggaran tambahan untuk menanggapi virus corona dan masalah serupa," kata Suzuki dikutip dari //Reuters//, Senin (23/1/2023).

Baca Juga

Suzuki menegaskan kembali tujuan pemerintah untuk mencapai surplus anggaran tahunan pada tahun fiskal hingga Maret 2026. Hanya saja, pemerintah telah kehilangan target penyeimbangan anggaran selama satu dekade.

Kementerian Keuangan Jepang memperkirakan bahwa setiap kenaikan suku bunga satu poin persentase akan meningkatkan pembayaran utang sebesar 3,7 triliun yen atau sekitar 29 miliar dolar AS menjadi 251 miliar dolar AS untuk tahun fiskal 2025/2026.

"Pemerintah akan berupaya mengelola penerbitan obligasi pemerintah Jepang secara stabil melalui komunikasi yang erat dengan pasar," ucap Suzuki.

Dia menjelaskan, penerbitan obligasi Jepang secara keseluruhan, termasuk obligasi bergulir tetap pada level yang sangat tinggi senilai sekitar 1,6 triliun dolar AS. Dia memastikan Pemerintah Jepang akan meningkatkan upaya untuk menjaga stabilitas penerbitan obligasi Jepang.

"Keuangan publik adalah landasan kepercayaan suatu negara. Kita harus mengamankan ruang fiskal dalam keadaan normal untuk menjaga kepercayaan di Jepang dan mata pencaharian masyarakat pada saat darurat," ungkap Suzuki.

Utang publik Jepang lebih dari dua kali lipat hasil ekonomi tahunannya, sejauh ini merupakan beban terberat di dunia industri. Pemerintah telah terbantu oleh imbal hasil obligasi yang mendekati nol, tetapi investor obligasi baru-baru ini berusaha untuk menembus batas 0,5 persen Bank of Japan (BOJ) pada imbal hasil obligasi 10 tahun.

Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida sebelumnya meminta tekad Suzuki untuk menghidupkan kembali ekonomi dan menangani reformasi fiskal. Khisida menekankan perlunya siklus pertumbuhan positif yang dipimpin oleh keuntungan perusahaan dan konsumsi pribadi yang menyumbang lebih dari separuh ekonomi.

"Kenaikan upah memegang kunci siklus yang baik ini," kata Kishida.

Kishida berjanji untuk mendorong reformasi tenaga kerja untuk menciptakan struktur yang memungkinkan pertumbuhan upah yang berkelanjutan. Selain itu juga mengatasi rasa sakit dari kenaikan biaya hidup. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement