Rabu 14 Dec 2022 21:10 WIB

Mantan Dirjen Hortikultura Kementan Dituntut 5,5 Tahun Penjara

Kerugian keuangan negara atau perekonomian negara totalnya sejumlah Rp 12,947 miliar.

Terdakwa kasus pengadaan fasilitas sarana budi daya mendukung pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) di Ditjen Hortikultura Kementan Tahun Anggaran 2013, Hasanuddin Ibrahim, mendengarkan keterangan saksi saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (19/10/2022). Dalam kasus tersebut KPK menaksir nilai kontrak pengadaannya sekitar Rp18 miliar dan korupsi yang dilakukan Mantan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian bersama kedua terdakwa lainnya menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp10 miliar.
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Terdakwa kasus pengadaan fasilitas sarana budi daya mendukung pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) di Ditjen Hortikultura Kementan Tahun Anggaran 2013, Hasanuddin Ibrahim, mendengarkan keterangan saksi saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (19/10/2022). Dalam kasus tersebut KPK menaksir nilai kontrak pengadaannya sekitar Rp18 miliar dan korupsi yang dilakukan Mantan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian bersama kedua terdakwa lainnya menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp10 miliar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Direktur Jenderal Hortikultura pada Kementerian Pertanian tahun 2010-2015 Hasanuddin Ibrahim dituntut 5,5 tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan. Ia diduga melakukan korupsi pengadaan pembasmi hama yang merugikan keuangan negara Rp 12,947 miliar.

"Menuntut, supaya majelis hakim memutuskan untuk menyatakan terdakwa Hasanuddin Ibrahim telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan pertama. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hasanuddin Ibrahim berupa penjara selama 5 tahun dan 6 bulan ditambah denda sebesar Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Putra Iskandar, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (14/12/2022).

Baca Juga

JPU KPK menilai Hasanuddin terbukti melakukan perbuatan sebagaimana Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Hal-hal yang memberatkan, terdakwa Hasanuddin Ibrahim tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme; terdakwa tidak mengakui terus terang atas perbuatannya. Hal-hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, memiliki tanggungan keluarga, tidak memperoleh atau menikmati hasil tindak pidana," ujar jaksa.

Dalam perbuatannya, Hasanuddin melakukan korupsi kegiatan pengadaan fasilitasi sarana budi daya untuk mendukung pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Pengadan ini dalam rangka belanja barang fisik lainnya untuk diserahkan kepada masyarakat atau pemerintah daerah (pemda) di Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Tahun Anggaran 2013. Yakni, berupa pengadaan pembasmi hama berbasis mikoriza untuk tanaman kentang.

Pada Oktober 2012, Hasanuddin Ibrahim meminta agar dilakukan pengadaan mikoriza untuk tanaman kentang. Hasanuddin meminta Eko Mardianto selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) berkoordinasi dengan Direktur Utama PT Hidayah Nur Wahana (HNW) Sutrisno dan adik Hasanuddin bernama Nasser Ibrahim.

Sutrisno diketahui sebagai Direktur PT HNW yang bergerak di bidang jual beli pupuk dengan merek dagang Rhizagold dari Biotrack Technology (M) Sdn Bhd Malaysia dengan Rhizagold adalah pupuk tanaman kelapa sawit. Namun pengadaan tersebut tidak jadi dilakukan, sehingga dimasukkan kembali pada usulan tahun anggaran 2013 sebesar 225 ribu kilogram senilai Rp 18,615 miliar yang akhirnya disetujui sebagai bagian anggaran TA 2013.

Bahkan pada Januari 2013 Hasanuddin menambah ketersediaan stok sebesar 40 persen dari kuantitas yang dibutuhkan untuk mengakomodasi stok Rhizagold yang sebelumnya dimiliki Sutrisno pada TA 2012. Lelang juga sudah diatur untuk dimenangkan oleh satu perusahaan yang digunakan Sutrisno yaitu PT Karya Muda Jaya dengan nilai kontrak Rp 18,309 miliar.

Daftar petani kentang sebagai calon penerima bantuan juga belum dibuat untuk kegiatan tersebut, sehingga saat masa pelaksanaan pekerjaan barulah dicari petani calon penerima bantuan serta menentukan titik bagi distribusi barang.

PT KMJ lalu menerima pembayaran pada 2 April 2013 senilai Rp 3,278 miliar yang merupakan pembayaran uang muka sebesar 20 persen, dan hingga 62 hari kalender PT KMJ belum menyelesaikan pekerjaan 100 persen, namun pada 19 Juni 2013 PT KMJ menerima pembayaran pelunasan sebesar Rp 13,115 miliar.

Dari anggaran total Rp 18,309 miliar, yang digunakan Sutrisno untuk menyelesaikan pekerjaan termasuk pembelian pupuk ke Biotrack Technology (M) Sdn Bhd Malaysia dan distribusi ke petani penerima bantuan hanya sebesar Rp 3,477 miliar.

Perbuatan Hasanuddin pun memperkaya sejumlah pihak. Antara lain, Eko Mardiyanto selaku PPK pada Satuan Kerja Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan sejumlah Rp 1,05 miliar, Sutrisno selaku Direktur Utama PT Hidayah Nur Wahana sejumlah Rp 7,302 miliar, Nasser Ibrahim selaku adik kandung terdakwa Hasanuddin Ibrahim sejumlah Rp725 juta.

Selanjutnya, memperkaya pemilik PT KMJ Subhan sejumlah Rp 195 juta, memperkaya CV Ridho Putra sejumlah Rp 1,7 miliar, PT HNW sejumlah Rp 2 miliar, dan memperkaya CV Danaman Surya Lestari sejumlah Rp 500 juta. Akibat kasus ini kerugian keuangan negara atau perekonomian negara totalnya sejumlah Rp 12,947 miliar.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement