REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan, pemerintah tengah melakukan strategi besar perekonomian negara dengan mendesain ekosistem kendaraan listrik. Menurut dia, Indonesia memiliki hampir semua yang dibutuhkan untuk membuat ekosistem tersebut dan membuat negara lain bergantung kepada Indonesia.
“Bagaimana membangun sebuah ekosistem besar sehingga negara lain tergantung pada kita karena kita memiliki nikel, memiliki tembaga, memiliki bauksit, memiliki timah, dan potensi kita ini gede sekali,” ujar Jokowi saat menyampaikan pidato di acara Kompas100 CEO Forum Tahun 2022 di Istana Negara, Jakarta, Jumat (2/12/2022).
Jokowi mencontohkan dua negara yang dinilainya berhasil membuat negara lain bergantung kepada produk mereka, yakni Taiwan dengan produk cipnya dan Korea Selatan dengan komponen digitalnya.
“Saya lihat terus, yang membuat mereka melejit salah satunya membuat komponen-komponen digital sehingga perusahan-perusahan besar di Amerika semuanya tergantung pada dia, butuh dia,” jelasnya.
Indonesia sendiri memiliki potensi yang sangat besar untuk membangun ekosistem kendaraan listrik, utamanya dalam membuat baterai listrik. Jokowi menyebut, cadangan nikel Indonesia merupakan nomor satu di dunia, timah nomor dua di dunia, bauksit nomor enam di dunia, dan tembaga nomor tujuh di dunia.
“Membangun ekosistem EV baterai itu kita hanya kurang litium, enggak punya. Saya kemarin sudah sampaikan ke Prime Minister Albanese, Australia punya litium, kita boleh beli, dong, dari Australia. Terbuka, silakan. Tapi ternyata dari kita sudah ada yang punya tambang di sana. Ini strategis, benar melakukan intervensi seperti itu sehingga ekosistem besar yang ingin kita bangun jadi,” ungkapnya.
Namun demikian, dalam membangun ekosistem kendaraan listrik ini, pemerintah perlu mengintegrasikan berbagai bahan yang dibutuhkan karena posisinya yang tersebar di berbagai wilayah, seperti tembaga di Papua dan Sumbawa, nikel di Sulawesi, dan bauksit di Kalimantan Barat dan Kepulauan Riau.
“Mengintegrasikan ini sebuah barang yang tidak gampang sehingga jadi sebuah ekosistem itu. Inilah yang terus, saya mati-matian, harus jadi karena inilah yang akan melompatkan kita, meloncati, leap frog menuju ke peradaban yang lain. Saya mati-matian untuk ini,” ujarnya.
Jokowi meyakini, ketika ekosistem besar kendaraan listrik tersebut sudah terbentuk, maka investasi akan datang dengan sendirinya ke Indonesia. Indonesia pun terbuka terhadap para investor, asalkan juga menggandeng perusahaan swasta Indonesia maupun dengan badan usaha milik negara (BUMN) sehingga terjadi transfer teknologi.
“Kalau ini jadi, percaya saya, perkiraan saya (tahun) 2026, 2027 kita sudah lompatan ini akan kelihatan, akan berbondong-bondong masuk karena industri otomotif ke depan, baik itu sepeda motor listrik, mobil listrik, itu akan menggantikan mungkin lebih dari 50 persen dari demand pasar yang ada. Inilah yang harus kita tangkap. Begitu ini jadi, saya kemarin hitung-hitungan, saya hitung berapa sih? 60 persen mobil listrik, kendaraan listrik akan tergantung pada EV baterai kita, 60 persen dari pangsa pasar yang ada di dunia,” jelasnya.
Selain itu, kehadiran ekosistem besar kendaraan listrik juga akan mendongkrak pendapatan negara, baik melalui penerimaan pajak, royalti, dividen, bea ekspor, hingga penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Jika penerimaan negara bertambah, maka anggaran untuk Dana Desa juga akan bertambah. Sehingga, masyarakat desa juga akan turut menikmati hasil dari ekosistem kendaraan listrik yang tengah dibangun pemerintah.
“Dana Desa yang telah kita gelontorkan selama enam tahun sudah Rp 468 triliun, artinya peredaran uang yang ada di desa-desa kita, 74.800 desa yang kita miliki menjadi makin berputar-putar, akan makin banyak, dan itu mau-tidak mau akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat kita yang ada di desa. Inilah saya kira yang namanya keadilan,” kata dia.