REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Laporan Ekonomi Halal Tahunan OKI 2022 mengidentifikasi negara-negara anggota OKI mengalami defisit perdagangan sebesar 63 miliar dolar AS untuk produk ekonomi halal pada 2021. Hal ini meliputi makanan, fashion, farmasi dan kosmetik. Negara OKI mengekspor setara dengan 275 miliar dolar AS dan mengimpor sebesar 338 miliar dolar AS.
Hanya 18 persen dari impor ini bersumber dari dalam OKI. Sementara, hanya tiga negara OKI, yaitu Turkiye, Indonesia dan Malaysia, yang berhasil masuk ke dalam 20 besar pengekspor produk ekonomi halal.
Laporan tersebut ditugaskan oleh Islamic Center for Development of Trade (ICDT) dan diproduksi oleh DinarStandard, perusahaan penelitian dan penasihat yang berbasis di AS. Hasil penelitian ini diluncurkan di Istanbul pada 29 November 2022, dalam acara yang dihadiri oleh para menteri negara anggota OKI dan perwakilan dari organisasi OKI.
Selama hampir empat dekade, ICDT berupaya memfasilitasi perdagangan dan investasi di negara-negara OKI. ICDT mempromosikan produk dan layanan ekonomi halal.
“Dengan laporan ini, kami bertujuan menginspirasi dan memberdayakan negara-negara OKI untuk bertindak secara kohesif, mempromosikan pertumbuhan inklusif dan meningkatkan pangsa OKI dalam ekosistem perdagangan dan investasi halal dengan integritas dan tujuan," kata Direktur Jenderal ICDT, Latifa El Bouabdellaoui, dikutip di Gulf News, Kamis (1/12).
Negara-negara OKI bergantung pada impor sektor makanan, farmasi dan kosmetik, yang angkanya setara 34,96 miliar dolar AS tahun lalu. Negara OKI juga merupakan pengekspor produk pakaian jadi dan alas kaki, dengan nilai 101,94 miliar dolar AS pada 2021. Dari hasil tersebut, tercatat neraca perdagangan positif sebesar 66,98 miliar dolar AS.
Laporan itu mendorong peluang negara-negara anggota OKI dalam perdagangan dan investasi halal. Permintaan konsumen gaya hidup halalnya senilai 1,7 triliun dolar AS pada 2021, yang mewakili 79 persen dari pengeluaran global atau setara 2,1 triliun dolar AS.