Selasa 08 Nov 2022 21:12 WIB

Indonesia Mendorong Empat Skema Implementasi Nilai Ekonomi Karbon

Indonesia sudah menerbitkan aturan terkait nilai ekonomi karbon.

Ilustrasi Jejak Karbon atau Carbon Footprint
Foto: pixabay
Ilustrasi Jejak Karbon atau Carbon Footprint

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Laksmi Dhewanthi menjelaskan terdapat empat skema implementasi nilai ekonomi karbon termasuk perdagangan karbon (carbon trading) dan pembayaran berdasarkan hasil (result based payment). Dalam diskusi di Paviliun Indonesia COP-27 di Mesir yang diikuti virtual dari Jakarta, Selasa (8/11/2022), ia mengatakan bahwa Indonesia sudah menerbitkan aturan terkait nilai ekonomi karbon.

Ia menjelaskan aturan itu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.

Baca Juga

"Peraturan itu mendorong empat tipe skema untuk nilai ekonomi karbon, yang pertama adalah perdagangan karbon, dan kedua, termasuk perdagangan emisi dan offset emisi gas rumah kaca," katanya.

Skema ketiga, adalah pembayaran berdasarkan hasil pajak karbon. Keempat, mekanisme lain yang dapat berkembang dengan cara baru berdasarkan perkembangan metodologi berdasarkan sains.

Menurut Laksmi, beberapa skema nilai ekonomi karbon itu diusung karena masing-masing sektor memiliki pendekatan yang berbeda untuk implementasinya. "Regulasi ini memberikan kesempatan kepada semua sektor dan sub-sektor serta pemangku kepentingan untuk berpartisipasi dalam aktivitas nilai ekonomi karbon di Indonesia," jelasnya.

Indonesia juga mengembangkan berbagai sistem untuk mendukung pencapaian target Nationally Determined Contribution termasuk Sistem Registri Nasional yang akan berperan dalam registrasi karbon. Pendaftaran tersebut perlu dilakukan agar pemangku kepentingan dapat melaporkan aksi iklim yang sudah dilakukan.

"Jadi semua aksi mitigasi dan adaptasi perlu diregistri di dalam sistem ini," demikian Laksmi Dhewanthi.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement