Jumat 04 Nov 2022 04:17 WIB

Pasar Asia dan Timur Tengah Jadi Alternatif Ekspor CPO

Pasar Asia dan Timur Tengah jadi alternatif ekspor CPO gantikan Eropa

Perkebunan sawit, ilustrasi
Foto: Antara
Perkebunan sawit, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom dari Universitas Indonesia (UI), Fithra Faisal Hastiadi, mengatakan pasar Asia dan Timur Tengah bisa menjadi alternatif tujuan ekspor kelapa sawit guna menggantikan pasar Uni Eropa yang menerapkan kebijakan Renewable Energy Directive (RED) II dan menolak sawit Indonesia.

"Ibaratnya seperti Perjanjian Hudaibiyah, seolah-olah merugikan kita, tapi bisa jadi mendatangkan kebaikan lain. Uni Eropa tutup pintu, pintu lain negara-negara non-tradisional seperti di Asia dan Timur Tengah masih terbuka," kata Fithra dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (3/11).

Baca Juga

Ia menyebut hambatan ekspor produk minyak sawit dan biofuel asal Indonesia bisa jadi bagus untuk pengembangan produk tersebut di dalam negeri. "Batasan itu bagus untuk ketersediaan di dalam negeri. Kita kan juga butuh untuk mengembangkan produk hilirnya," kata Fithra.

Menjajaki pasar non-tradisional dinilai penting karena produksi sawit Indonesia diperkirakan akan terus meningkat, seiring pembentukan direktorat yang khusus mengurus sawit di bawah Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan).

Direktur Pengamanan Perdagangan Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag)Natan Kambuno mengungkapkan ada kecenderungan penurunan nilai ekspor produk minyak sawit tiap tahun setelah Uni Eropa memberlakukan kebijakan RED II.

"Semakin turun nilai ekspornya, terutama dalam dua tahun terakhir. Pada 2020 nilainya tercatat 2,9 miliar dollar AS, lalu pada 2021 sebesar 2,8 miliar dollar AS," kata Natan.

Kebijakan RED II diterapkan oleh Uni Eropa sejak Desember 2018 yang dinilai diskriminatif terhadap produk minyak sawit Indonesia.

Kebijakan RED II membuat batasan dan mengategorikan biofuel berbahan baku kelapa sawit sebagai high ILUC (IndirectLand Use Change) risk. Karena menyebabkan alih fungsi lahan atau ekspansi signifikan terhadap lahan dengan stok karbon tinggi ke area produksi.

Selain itu Uni Eropa memberlakukan penghentian biofuel berbahan baku minyak kelapa sawit secara bertahap hingga 2030 atau yang disebutnya Phase Out 2030. Uni Eropa juga menetapkan konsumsi penggunaan energi berbahan baku food and feed corps untuk transportasi tidak boleh melebihi tujuh persen sejak 2020.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement