Selasa 25 Oct 2022 08:59 WIB

NFA Akui Beras Pangan Utama Penyebab Inflasi

NFA menilai upaya pengendalian inflasi harus berfokus ke komoditas beras

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pekerja melakukan bongkar muat beras di Komplek Pergudangan Bulog, Jalan Gedebage, Kota Bandung, Kamis (20/10/2022). Badan Pangan Nasional (NFA) menuturkan komoditas beras menjadi komoditas pangan utama yang paling berpengaruh terhadap peningkatan inflasi saat ini. Karena itu, upaya pengendalian inflasi harus berfokus pada komoditas tersebut. Itu agar upaya ekstra yang dilakukan berjalan efektif dan berdampak signifikan bagi penurunan angka inflasi.
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Pekerja melakukan bongkar muat beras di Komplek Pergudangan Bulog, Jalan Gedebage, Kota Bandung, Kamis (20/10/2022). Badan Pangan Nasional (NFA) menuturkan komoditas beras menjadi komoditas pangan utama yang paling berpengaruh terhadap peningkatan inflasi saat ini. Karena itu, upaya pengendalian inflasi harus berfokus pada komoditas tersebut. Itu agar upaya ekstra yang dilakukan berjalan efektif dan berdampak signifikan bagi penurunan angka inflasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Pangan Nasional (NFA) menuturkan komoditas beras menjadi komoditas pangan utama yang paling berpengaruh terhadap peningkatan inflasi saat ini. Karena itu, upaya pengendalian inflasi harus berfokus pada komoditas tersebut. Itu agar upaya ekstra yang dilakukan berjalan efektif dan berdampak signifikan bagi penurunan angka inflasi.

Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi saat menghadiri Rapat Koordinasi pengendalian Inflasi Daerah di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta Senin, (24/10/2022), mengatakan, pihaknya masih terus mendorong peningkatan pasokan CBP Di Bulog melalui penyerapan beras di sentra-sentra produsen.

“Komoditas beras menjadi kontributor tertinggi terhadap inflasi pangan nasional, hal tersebut perlu menjadi perhatian bersama Pemerintah Pusat dan Daerah karena tren peningkatan harga beras telah terjadi sejak bulan Juli 2022,” ujarnya.

Menurutnya, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kemenko Perekonomian sampai dengan pekan ketiga Oktober 2022, komoditas beras berkontribusi sebesar 4 persen terhadap inflasi nasional. Salah satu provinsi yang menjadi fokus utama penyerapan adalah Sulawesi Selatan (Sulsel). Menurut Arief, Sulsel menjadi salah satu provinsi dengan produksi beras tertinggi secara nasional.

Potensi panen Sulsel pada bulan Oktober 2022 sebesar 264 ribu ton dan bulan November 2022 sebesar 183 ribu ton. “Sulsel berpotensi sebagai pusat serapan untuk meningkatkan CBP BULOG yang ditargetkan sebesar 1,2 juta ton sampai dengan Desember 2022,” ujarnya.

Menurut Arief, penting untuk memastikan ketersediaan CBP yang memadai, mengingat itu dapat menjadi salah satu instrument pengendalian harga beras sehingga diharapkan komoditas tersebut tidak lagi membebani angka inflasi.“CBP dapat dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan pelaksanaan program Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH) atau operasi pasar untuk menurunkan inflasi, antisipasi tanggap darurat, serta alokasi untuk kebutuhan mendesak lainnya,” ungkapnya.

Untuk itu, Arief mengapresiasi provinsi-provinsi yang menjadi sentra produksi beras. Selain Sulsel, sejumlah provinsi juga memiliki potensi panen yang tinggi sampai dengan November tahun ini, seperti Jawa Barat memiliki potensi panen beras 398 ribu ton, Jawa Tengah 335 ribu ton, dan Jawa Timur 366 ribu ton.

Lebih lanjut, Arief menjelaskan, upaya menjaga stabilitas harga beras untuk menekan inflasi juga harus didukung kolaborasi antar Pemerintah Daerah dengan pelaku usaha.

Ia mencontohkan, kolaborasi stabilisasi harga beras di DKI Jakarta yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan BUMD pangan Food Station dan Pasar Induk Beras.

“Penting bagi daerah produsen beras untuk memastikan offtake hasil panen oleh pelaku usaha setempat agar stok daerah memadai sehingga bisa dilakukan intervensi apabila harga naik,” ujarnya.

Selain kolaborasi pemerintah daerah dengan pelaku usaha, stabilitas harga beras juga perlu didukung kerja sama antar pemerintah daerah. Ia menghimbau masing-masing daerah memiliki political will untuk mendistribusikan kelebihan stok pangannya ke daerah lain untuk turut menurunkan disparitas harga.

“NFA telah melakukannya di bulan ini, bekerja sama dengan Kemenhub, Kemendag, dan Provinsi Jawa Barat dengan mengirimkan 200 ton beras ke Aceh dari Pelabuhan Patimban, Subang, melalui Tol Laut,” terangnya.

Adapun berdasarkan data BPS dan Kemenko Perekonomian yang diolah NFA, pada September 2022, beras berkontribusi 4 persen terhadap inflasi, sedangkan komoditas pangan lainnya berkontribusi 1 persen sampai 6 persen.

Sementara itu, agar dapat mengurangi ketergantungan terhadap beras, Arief menghimbau masyarakat untuk melakukan diversifikasi makanan pokok dengan mengonsumsi sumber karbohidrat lainnya sebagai pengganti beras.

“Mengonsumsi pangan beragam dapat mengurangi ketergantungan terhadap beras, sehingga mengurangi tingginya permintaan terhadap komidtas tersebut,” ungkapnya.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan, kedepan Kemendagri bersama Kementerian dan Lembaga terkait akan melakukan monitoring mingguan tentang inflasi di daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Ia juga meminta agar daerah berperan aktif melakukan berbagai aksi pengendalian inflasi melalui pemantauan perkembangan komoditas dan melakukan intervensi yang dibutuhkan.

Kepala Badan Pusat Statistik Margo Yuwono menggarisbawahi dua hal yang penting dilakukan untuk menurunkan inflasi, yaitu menstabilkan harga dan mengurangi disparitas harga antar wilayah akibat ketidakmerataan pasokan, gap sentra produksi, dan terhambatnya distribusi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement