REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) Teguh Kurniawan Harmanda menilai penurunan volume transaksi kripto di Indonesia merupakan efek domino dari apa yang terjadi secara global, di mana pasarkripto tengah dihantam oleh situasi makroekonomi yang kurang baik sepanjang tahun 2022.
"Guncangan sistem keuangan global bisa memberikan efek cukup besar bagi pasar kripto. Guncangan tersebut adalah situasi makroekonomi yang goyah akibat resesi dan geopolitik yang memanas. Hal ini bisa membuat situasi crypto winter bisa terjadi," kata pria yang akrab disapa Manda dalam keterangan resmi, Jumat (7/10/2022).
Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kemendag mencatat total nilai transaksi kripto di dalam negeri pada Januari-Agustus 2022 mencapai Rp249,3 triliun, turun 56,35 persen dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya.
Pada 2021, total nilai transaksi perdagangan aset kripto di Indonesia mencapai Rp859,5 triliun. Sementara itu dari sisi jumlah investor, per Agustus 2022, Indonesia memiliki 16,1 juta pelanggan aset kripto atau rata-rata setiap bulan jumlah pelanggan terdaftar bertambah sebesar 725 ribu.
"Artinya jumlah investor kripto di Indonesia terus mengalami pertumbuhan," kata Manda.
Menurutnya, market kripto yang lesu juga didorong oleh kebijakan moneter AS, yang membuat investor kurang bergairah, padahal AS memiliki volume perdagangan Bitcoin terbanyak di bursa berdasarkan data Statista.
Pengetatan kebijakan The Fed yang menaikkan suku bunga acuannya guna menekan inflasi bisa mengancam market kripto. Kenaikan suku bunga akhirnya menyebabkan harga komoditas yang lebih tinggi dan daya beli melemah, investor akan menjauhi market.
"Kenaikan harga kebutuhan pokok membuat investor untuk wait and see. Ini yang mulai terasa di Indonesia, investor memilih menunggu momen yang tepat untuk masuk kembali ke market kripto, di saat situasi makroekonomi sudah stabil," jelasnya.