REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Salah satu teknologi yang dinilai bisa mengurangi emisi karbon untuk aktivitas pertambangan, perminyakan bahkan kelistrikan adalah Carbon Capture Utilizitation Storage (CCUS). Proyek yang juga akan dikembangkan Pertamina ini segera mendapatkan payung hukum.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan karena untuk pembangunan CCUS ini butuh investasi besar dan adaptasi teknologi maka perlu ada payung hukum agar memudahkan investasi kerja sama masuk. "Kita memang butuh payung hukum mungkin permen untuk bisa mengakselerasi teknologi CCS atau CCUS ini established di Indonesia," ujar Arifin Tasrif di Nusa Dua, Senin (29/8/2022).
Dalam regulasi tersebut, kata Arifin, nantinya akan menjawab terkait tantangan bisnis pengembangan CCS dan CCUS di Indonesia. Mengingat sebenarnya Indonesia juga merupakan negara dengan potensi carbon yang besar dan memiliki banyak cekungan yang bisa menjadi cekungan injection dari hasil pengolahan emisi di CCUS.
"Hal ini juga sejalan dengan roadmap Indonesia dalam mengurangi emisi karbon. Sehingga proyek ini juga butuh kolaborasi semua pihak agar bisa menjadi agenda pengurangan emisi global," kata Arifin.
PT Pertamina (Persero) akan menjadi salah satu perusahaan migas Indonesia yang akan mengembangkan CCS CCUS ini. Pertamina akan memulainya di Blok Cepu bersama Exxon Mobile. Namun, ini bukan proyek pertama. Nantinya, Pertamina akan mengembangkannya di lapangan lain terutama yang memiliki carbon yang besar.
"Pengembangan CCS dan CCUS ini masuk dalam roadmap transisi energi Pertamina. Kami membuka kerjasama dan kolaborasi dalam hal teknologi maupun investasi untuk bisa mengimplementasikan teknologi ini di Indonesia," ujar Dannif Danusaputro, CEO Pertamina Power Indonesia dalam kesempatan yang sama.
Senior Vice President Research & Technology Innovation Pertamina, Oki Muraza menjelaskan, pengembangan CCUS di Indonesia bukan sekadar menangkap karbon. Nantinya, emisi karbon yang ditangkap ini bahkan bisa menjadi ceruk bisnis baru bagi Pertamina. Oki menjelaskan, seperti misalnya nantinya karbon yang ditangkap ini bisa menjadi salah satu bahan EOR yang dikembangkan oleh Pertamina untuk menaikan produksi lapangan migas yang sudah mature.
"Selain itu, bisnis karbon ini juga bisa memiliki multiplier effect dengan pengembangan ke hilirnya seperti pengembangan low carbon amoniak yang menjadi bahan baku industri pupuk dan petrokimia," kata Oki.
Dengan potensi yang ada di Indonesia saat ini, kata Oki Indonesia bahkan bisa menjadi hub CCUS di Asia Pasific. Hal yang sama yang terjadi di Texas, CCUS yang dikembangkan oleh Exxon Mobile bisa menjadi salah satu hub storage carbon di Amerika.
"Kita punya basin (cekungan) yang besar seperti Kutai, Sumatera, dan Aceh yang bisa dikembangkan plant CCUS nya dan bisa menjadi hub bagi asia pasific. Sebab, Pertamina menilai pengembangan CCUS ini bahkan dari hulu sampai hilir, juga transportasi carbon," ujar Oki.
Perusahaan migas asal Arab Saudi, Saudi Aramco pun menyambut optimisme pengembangan CCUS di Indonesia. Ia mendukung langkah Indonesia, dan merespon positif niat pemerintah yang akan membuat regulasi untuk proyek CCUS ini.
"Saudi sudah leading lebih awal dalam hal pengembangan CCUS. Pemerintah memang perlu ambil bagian aktif dengan membentuk regulasi sehingga investasi bisa masuk dengan yakin," ujar SVP Saudi Aramco, Muhammaed Al Qahatni.
Direktur Pengembangan Bisnis Khusus Asia Pasific Exxon Mobile, Justin Oettmeier membenarkan rencana Exxon Mobile hendak mengembangkan CCUS dan CCS di Indonesia. Exxon secara portofolio bisnis bahkan menganggarkan lebih dari 50 miliar dolar AS untuk pengembangan CCUS yang salah satunya di Indonesia.
"Bagi industri migas, CCUS dan CCS merupakan salah satu kunci dalam pengurangan emisi karbon yang dihasilkan dari aktivitas penambangan minyak. Kami berkomitmen untuk mengembangkan teknologi ini di seluruh dunia dan kami sangat terbuka untuk kolaborasi," ujar Justin Oettmeier.