REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan, neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus sebesar 4,23 miliar dolar AS pada Juli 2022. Angka itu menandai surplus selama 27 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Sementara, surplus neraca perdagangan Indonesia periode Januari sampai Juli 2022 mencapai 29,17 miliar dolar AS. Total ekspornya sebanyak 166,70 miliar dolar AS dan impor 137,53 miliar dolar AS.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto menjelaskan, surplus pada Juli ini berasal dari nilai ekspor sebesar 25,57 miliar dolar AS. Sedangkan nilai impornya sebesar 21,35 miliar dolar AS.
"Surplus neraca perdagangan Indonesia pada Juli banyak ditopang oleh surplus komoditas nonmigas," ujarnya dalam konferensi pers yang digelar secara virtual dan langsung di Jakarta, Senin (15/8/2022).
Ia menyebutkan, perdagangan nonmigas Indonesia mengalami surplus 7,31 miliar dolar AS pada Juli 2022.
Komoditas utama penyumbang surplus tersebut meliputi bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan nabati, bijih, kerak, dan abu logam. Di sisi lain, perdagangan migas Indonesia mengalami defisit sebesar 3,08 miliar dolar AS pada periode sama, komoditas utama penyumbang defisit yakni minyak mentah dan hasil minyak.
Dirinya menyebutkan, perdagangan Indonesia mengalami surplus dengan beberapa negara. Tiga negara dengan surplus terbesar yaitu Amerika Serikat (AS), India, dan Filipina.
"Perdagangan dengan AS mencatatkan surplus 1,64 miliar dolar AS. Komoditas utamanya lemak dan minyak hewan nabati, pakaian dan aksesorinya, mesin perlengkapan elektrik serta bagiannya," tutur dia.
Kemudian, surplus perdagangan dengan India mencapai 1,62 miliar dolar AS dengan komoditas penyumbang surplus yakni bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan nabati, bijih logam, kerak, dan abu. Berikutnya perdagangan Indonesia dengan Filipina mengalami surplus 1,08 miliar dolar AS dengan komoditas utama penyumbang surplus yakni bahan bakar mineral, kendaraan dan bagiannya, serta lemak dan minyak hewan nabati.
Meski begitu, Setianto menyatakan, perdagangan Indonesia mengalami defisit dengan beberapa negara. Tiga negara yang mengalami defisit perdagangan terbesar yakni China, Australia, dan Thailand.
"Dengan Tiongkok mengalami defisit 914,5 juta dolar AS. Ini utamanya adalah mesin, peralatan mekanik serta bagiannya, kemudian mesin, dan perlengkapan elektrik serta bagiannya," jelas dia.
Kemudian dengan Australia, perdagangan nasional mengalami defisit 523,8 juta dolar AS, dengan komoditas penyumbang defisit utama adalah bahan bakar mineral dan serealia. Lalu defisit perdagangan Indonesia dengan negara Thailand mencapai 318,6 juta dolar AS dengan komoditas penyumbang defisit utama yakni gula dan kembang gula, plastik, dan barang dari plastik.