REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia mengharapkan adanya dukungan dan komitmen dari Jepang untuk dapat memberikan eliminasi empat pos tarif ikan tuna kaleng agar sesuai dengan kerangka General Review IJEPA (Indonesian-Japan Economic Partnersip Agreement). Sebelumnya, Jepang masih belum memberikan persetujuan atas permintaan eliminasi empat pos tarif ikan tuna kaleng asal Indonesia sehingga menghambat ekspor produk perikanan nasional.
"Pemerintah Indonesia sangat mengharapkan agar Jepang dapat menyetujui eliminasi 4 pos tarif komoditi ikan tuna kaleng, dan dapat memberikan tarif bea masuk sebesar 0 persen, mengingat nilai ekspornya cukup besar," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam pernyataan di Jakarta, Rabu (27/7/2022).
Airlangga saat melakukan kunjungan kerja ke Tokyo, Jepang, mengatakan isu ini penting karena Indonesia telah melakukan relaksasi berbagai aturan investasi sebagaimana diminta oleh Jepang, yang telah ditampung dalam program reformasi regulasi melalui UU Cipta Kerja. Saat ini, Jepang baru memberikan preferensi tarif bea masuk nol persen kepada Thailand untuk empat pos tarif ikan tuna kaleng, sedangkan Indonesia masih dikenakan tarif sebesar 7 persen.
Padahal, nilai ekonomi dari empat pos tarif ikan tuna kaleng Indonesia telah memberikan kontribusi ekspor ke Jepang (data tahun 2020) sebesar 73,8 juta dolar AS atau 12 persen dari total nilai ekspor produk perikanan Indonesia ke Jepang.
Dalam pertemuan dengan Menteri Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Jepang Kaneko Genjiro, Airlangga juga mengajukan kendala lainnya dalam ekspor produk pertanian Indonesia ke Jepang. Salah satunya terkait ekspor pisang yang saat ini masih dikenakan tarif 10 persen-20 persen yang relatif sama dengan negara lain di ASEAN. Namun, untuk mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk kuota yang diberikan hanya sebanyak 1.000 ton per tahun.Oleh karena itu, Airlangga meminta adanya tambahan kuota ekspor pisang hingga 4.000 ton per tahun agar Indonesia mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk.
"Perlu diberikan tambahan kuota ekspor pisang Indonesia yang dapat memperoleh pembebasan bea masuk di Jepang, mengingat potensi ekspor pisang dari Indonesia yang sangat besar," katanya.
Sementara itu, kendala juga muncul terkait syarat pembebasan bea masuk untuk ekspor nanas ke Jepang karena pengiriman harus mempunyai berat maksimal 900 gram per buah dan kuota maksimal hanya sebesar 500 ton per tahun.
Airlangga meminta Jepang agar dapat mengubah persyaratan untuk mendapatkan pembebasan bea masuk tersebut menjadi maksimal 2 kilogram per buah, dan menambah kuota ekspor yang mendapatkan fasilitas insentif menjadi sebesar 2.000 ton per tahun.
Dalam kesempatan ini, Airlangga juga menjanjikan kemudahan impor barang dari Jepang, karena sudah ada regulasi makanan olahan serta pangan segar terkait penerbitan sertifikat bebas radioaktif bagi ekspor perikanan dan pertanian Jepang ke Indonesia.
Terkait permintaan Airlangga, Genjiro memahami permasalahan ekspor ikan tuna kaleng serta pembatasan ekspor pisang dan nanas yang diajukan Indonesia. Namun, ia meminta adanya waktu untuk pembahasan lebih mendalam di level teknis.
Genjiro pun memberikan apresiasi atas regulasi bebas radioaktif atas produk Jepang, mengingat masalah ini sebelumnya telah mengganggu ekspor perikanan dari Jepang."Kami sangat mengapresiasi dan terima kasih atas kebijakan Pemerintah Indonesia ini, sangat membantu kami di sektor perikanan Jepang," katanya.
Dalam pertemuan ini, Airlangga hadir didampingi oleh Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Duta Besar RI di Tokyo Heri Ahmadi, Sesmenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso dan Dirjen KPAII Kementerian Perindustrian.