REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengingatkan seluruh anggota G20 untuk mengatasi risiko eksklusi keuangan yang ada, terutama untuk kelompok rentan dan kurang terlayani.
"Mengatasi hal ini, Presidensi G20 bersama Global Partnership for Financial Inclusion (GPFI) dan mitra utama berfokus pada kebijakan mengintegrasikan sisi penawaran sektor keuangan dengan sisi permintaannya," ungkap Perry dalam Pembukaan Hari Kedua Pertemuan Ketiga Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (3rd FMCBG) G20 2022 di Badung, Bali, Sabtu (16/7/2022).
Ia menjelaskan hal tersebut bertujuan untuk merumuskan kerangka kerja guna mendorong inklusi ekonomi dan keuangan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), perempuan, dan pemuda, dengan memanfaatkan manfaat digitalisasi dan mempertimbangkan keseimbangan antara inovasi dan risiko. Adapun kerangka kerja akan dibangun berdasarkan hasil dari Rencana Aksi Inklusi Keuangan G20 (FIAP) 2022.
Sebagai informasi, European Commision mencatat eksklusi keuangan merupakan sebuah proses saat orang menghadapi kesulitan dalam mengakses dan/atau menggunakan jasa keuangan dan produk di pasar pada umumnya yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
Dengan demikian, mereka tidak dapat menjalani kehidupan sosial dalam masyarakat di tempat mereka berada. Maka dari itu, eksklusi keuangan adalah kebalikan dari inklusi keuangan.
Dalam agenda inklusi keuangan Presidensi G20 Indonesia, Perry menuturkan percepatan akses UMKM terhadap pembiayaan melalui layanan keuangan digital akan mendorong pemulihan yang inklusif dan pertumbuhan yang berkelanjutan."Untuk itu, kami ingin mendengar pandangan seluruh anggota G20 tentang isu-isu utama dalam memajukan agenda inklusi keuangan, termasuk tentang bagaimana memperkuat literasi keuangan digital," ujarnya.