REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) memproyeksikan potensi nilai ekonomi kurban Indonesia tahun 2022 ini Rp 24,3 triliun yang berasal dari 2,17 juta pequrban (shahibul qurban).
Proyeksi tersebut meningkat tipis dari tahun lalu (2021) yang diestimasikan mencapai Rp 22,3 triliun dari 2,11 juta orang pequrban. “Meski tahun ini keberangkatan jamaah haji ke tanah suci sudah kembali dibuka, namun terhambatnya pemulihan ekonomi pasca pandemi akibat krisis global, melemahnya daya beli masyarakat akibat kenaikan harga pangan dan energi, serta penyebaran wabah PMK (penyakit mulut dan kuku), menyebabkan kami mengambil estimasi kenaikan yang konservatif,” kata Yusuf Wibisono, Direktur IDEAS dalam keterangan tertulisnya pada Senin, (4/7/2022).
Dia menambahkan, penyebaran wabah PMK yang marak dalam beberapa bulan terakhir berpotensi memberi tekanan pada harga hewan ternak akibat pembatasan mobilitas hewan ternak. Serta minimnya pasokan akibat terbatasnya hewan ternak yang bebas penyakit.
Dari 2,17 juta keluarga Muslim berdaya beli tinggi yang berpotensi menjadi shahibul qurban ini, kebutuhan hewan qurban terbesar adalah kambing-domba sekitar 1,31 juta ekor, sedangkan sapi-kerbau sekitar 519 ribu ekor.
“Dengan asumsi berat kambing-domba antara 20-80 kg dengan berat karkas 41 persen serta berat sapi-kerbau antara 250-750 kg dengan berat karkas 57 persen, maka potensi ekonomi qurban 2022 dari sekitar 1,8 juta hewan ternak ini setara dengan 106,2 ribu ton daging,” tutur Yusuf.
Potensi kurban terbesar datang dari Pulau Jawa, terutama wilayah aglomerasi dimana mayoritas kelas menengah muslim dengan daya beli tinggi berada. Potensi kurban Pulau Jawa diproyeksikan terdiri dari 396 ribu sapi-kerbau dan 936 ribu kambing-domba, senilai Rp 18,3 triliun, setara 80,4 ribu ton daging.
“Sedangkan potensi kurban Jawa tertinggi berasal dari Jabodetabek, yaitu 117 ribu sapi-kerbau dan 280 ribu kambing-domba, senilai Rp 5,3 triliun, setara 24 ribu ton daging. Potensi qurban Jawa terbesar lainnya datang dari Bandung Raya, Surabaya Raya, Yogyakarta Raya, Malang Raya dan Semarang Raya,” ucap Yusuf.
Riset tersebut memperlihatkan bahwa qurban tidak hanya ritual ibadah, namun telah menjadi tradisi sosial-ekonomi besar tahunan. Sebagai negara muslim terbesar, potensi kurban di Indonesia sangat signifikan.
Menurut Yusuf jika qurban terkelola dengan baik, semestinya mampu menjadi kekuatan ekonomi yang tidak hanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelas bawah namun juga memberdayakan peternak rakyat yang tingkat kesejahteraannya juga rendah. “Pada masa pemulihan ekonomi pasca pandemi ini, upaya mengarusutamakan qurban sebagai pranata sosial-ekonomi ini semakin menemukan relevansi dan urgensi-nya,” tutur Yusuf.