REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Asih Eka Putri, memastikan kelas rawat inap standar jaminan kesehatan nasional (KRIS JKN) belum berlaku pada Jumat (1/7) Saat ini rancangan aturan penghapusan kelas rawat inap BPJS Kesehatan itu masih dalam tahap finalisasi.
"Masih dalam perancangan," ujar Asih kepada Republika, Kamis (30/6).
Asih menyampaikan semua ketentuan bakal mengacu pada revisi Peraturan Presiden 82 Tahun 2018, Perpres 75 Tahun 2019, dan Perpres 64 Tahun 2020. Perpres tersebut adalah pengembangan dari beleid soal BPJS yang sebelumnya.
"Perpres 75/2019 = Perubahan 1 Perpres 82/2018. Perpres 64/2020 = Perubahan 2 Perpres 82/2018. Seluruh ketentuan masih tetap sama sesuai dengan peraturan yang berlaku," tutur Asih.
Hal senada diungkapkan Anggota DJSN, Muttaqien. Ia berjanji bila uji coba akan disampaikan secara resmi.
"Nanti jika telah ada finalisasi dan akan mulai uji coba secara resmi nanti akan disampaikan," tuturnya.
Diketahui, uji coba terlebih dahulu akan dilakukan di beberapa rumah sakit vertikal yang berada di bawah Kemenkes RI. Muttaqien mengatakan, uji coba ini penting dilakukan untuk memastikan perubahan ekosistem JKN ke depan dapat mendorong program JKN yang berkelanjutan baik dari peningkatkan mutu pelayan, dan mencapai ekuitas.
Ihwal penyesuaian besaran iuran setelah nantinya KRIS diimplementasikan secara penuh, saat ini besarannya masih dalam perhitungan. Namun, Muttaqien menegaskan besaran iuran tersebut pasti akan memperhitungkan kemampuan membayar masyarakat. Serta memerhatikan keberlangsungan Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan.
" Selama belum ada perubahan revisi Perpres 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan, maka iuran masih sesuai dengan Pepres 64 Tahun 2020 sebagaimana besar iuran yang berlaku sekarang ini. Belum ada perubahan apapun terkait besar iuran," ungkap Muttaqien.