REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mendorong Bank Perkreditan Rakyat (BPR) atau Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) dapat melakukan initial public offering (IPO). IPO dinilai perlu untuk memperkuat modal, peningkatan efisiensi dan profitabilitas, dan memperkuat pelaksanaan good corporate governance bagi BPR/BPRS.
Anggota Dewan Komisioner LPS Didik Madiyono mengatakan, BPR/BPRS memiliki berbagai peluang yang bisa dieksplorasi. "Kami tentu memotivasi BPR/BPRS terus berinovasi dan bertransformasi agar dapat bertumbuh secara berkelanjutan serta selalu menjaga kinerja keuangannya. LPS senantiasa hadir untuk menjaga kepercayaan masyarakat pada industri perbankan, termasuk BPR/BPRS," ujarnya saat webinar, Jumat (17/6/2022).
Menurutnya, pertumbuhan permintaan atas BPR/BPRS mampu menyediakan produk dan layanan perbankan berbasis digital yang inovatif dan variatif, murah, aman, serta mudah diakses di mana saja dan kapan saja, bisa menjadi peluang BPR/BPRS untuk mempercepat transformasi digitalnya.
"Pemanfaatan teknologi serta penyediaan produk dan layanan perbankan berbasis digital sebenarnya memiliki sejumlah risiko keamanan seperti kebocoran data dan serangan siber, sehingga BPR/BPRS dituntut untuk menyediakan sistem keamanan IT yang handal," ucapnya.
Pada April 2022, dengan skema penjaminan hingga Rp 2 miliar per nasabah per bank, terdapat 473.896.016 rekening bank umum atau sekitar 99,93 persen dari total rekening yang dijamin penuh oleh LPS. Dari jumlah rekening nasabah BPR/BPRS yang dijamin seluruh simpanannya sebesar 99,98 persen dari total rekening atau setara 14.515.423 rekening pada April 2022.
Anggota Komisi XI DPR Musthofa menambahkan, selama ini BPR dipandang sebelah mata. Padahal, fungsi dan peran BPR tak beda jauh dengan bank umum, yakni sama-sama menjalankan fungsi intermediasi.
“BPR menjadi ujung tombak lembaga keuangan nasional dalam menggerakkan UMKM. Kami (Panja DPR) siap mendukung penuh langkah-langkah ke arah itu, termasuk usulan amandemen UU Perbankan, UU BI, UU OJK, dan UU LPS," ucapnya.
Pihaknya sangat mendukung upaya menyetarakan BPR dengan bank umum, khususnya dalam mencari pendanaan. Sebagai upaya tindak-lanjut dari wacana BPR go public, pihaknya juga berjanji akan membawanya ke Panja DPR.
"Jangan khawatir investor asing akan membawa dananya keluar. Sekarang sudah era tanpa batas, tak ada lagi sekat antar negara," ucapnya.
Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Joko Suyanto menambahkan, IPO menjadi dambaan bagi industri BPR, salah satunya sebagai upaya dalam meningkatkan permodalan. Ada sejumlah keuntungan jika BPR go public, antara lain mendapatkan insentif pajak, meningkatkan nilai perusahaan, meningkatkan market awareness, menumbuhkan loyalitas karyawan, akses pada pendanaan baru, dan meningkatkan good corporate governance (GCG).
Selain keuntungan, lanjut Joko, ada pula sejumlah tantangan yang harus diperhatikan BPR ketika akan go public, yaitu delusi dan kontrol atas kepemilikan, transparansi dan pelaporan harus dilakukan secara profesional.
“Itu tantangan. Regulasi dan penggunaannya, di tambah lagi apabila sekarang sudah jelimet nanti akan semakin jelimet lagi ketika kita IPO,” ucapnya.
.