REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Impor gula dan kembang gula menjadi komoditas non migas yang nilai impornya mengalami kenaikan tertinggi selama Mei 2022. Hingga saat ini, kebutuhan gula baik untuk konsumsi maupun industri masih ditopang oleh pasokan impor.
Badan Pusat Statistik mencatat, nilai impor gula dan kembang gula dengan kode HS 17 pada bulan Mei 2022 naik hingga 106,8 juta dolar AS atau 38,2 persen dari bulan sebelumnya.
"Negara asal impor gula ini yang mengalami peningkatan terbesar berasal dari Thailand, Brasil, dan Mesir," kata Deputi Statistik Distribusi dan Jasa, BPS, Setianto, dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (15/6/2022).
Seperti diketahui, rata-rata produksi gula berbasis tebu secara nasional masih berkisar 2,1 juta ton hingga 2,3 juta ton. Gula lokal sepenuhnya masih digunakan untuk kebutuhan konsumsi yang kebutuhan per tahunnya sekitar 3 juta ton-3,2 juta ton. Dengan kata lain, masih dibutuhkan impor gula 800 ribu ton untuk konsumsi masyarakat.
Sementara itu, untuk kebutuhan gula khusus industri pada 2022 ini diproyeksi mencapai 3,2 juta ton. Seluruh kebutuhan gula untuk industri didatangkan dari pasokan impor, baik dalam bentuk gula mentah maupun gula kristal rafinasi.
Kementerian Pertanian pun menargetkan swasembada gula konsumsi harus dicapai tahun 2024 mendatang. Optimisme itu datang setelah beroperasinya lima pabrik gula baru pada tahun ini yang total diperkirakan bisa memproduksi 400 ribu ton gula pasir.
Khusus tahun ini, Kementan menargetkan produksi gula bisa mencapai 2,5 juta ton, naik dari realisasi produksi 2021 sebesar 2,3 juta ton.