REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop) menyatakan, revisi atas Undang-Undang (UU) tentang Perkoperasian perlu terus didorong hingga disahkan demi menggantikan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992. Hal itu sebagai upaya menghadirkan ekosistem bisnis koperasi yang dinamis, adaptif, dan akomodatif bagi kebutuhan anggota dan masyarakat.
Deputi Bidang Perkoperasian Kemenkop Ahmad Zabadi pada keterangan resminya di Jakarta, Ahad (5/6), mengatakan UU Perkoperasian yang saat ini berlaku merupakan UU Nomor 25 Tahun 1992 yang sudah berusia 30 tahun dengan substansi yang cenderung obsolete atau ketinggalan. Maka perlu diperbaharui agar sesuai dengan perkembangan zaman dan lingkungan strategis terkini.
“Seiring perubahan cepat dalam dunia usaha dan teknologi serta berbagai permasalahan yang terjadi maka diperlukan UU yang juga mampu mengakomodasi, menjawab perubahan tersebut, dan memperbaiki tata kelola perkoperasian. Dengan demikian koperasi bisa bergerak lincah, modern, dipercaya, dan terutama memberikan kepastian hukum yang tegas terhadap setiap pelanggaran yang dapat menurunkan citra koperasi di kalangan masyarakat,” tuturnya dalam siaran pers, Senin (6/6).
Fenomena yang terjadi akhir-akhir ini, kata dia, merupakan munculnya koperasi-koperasi bermasalah sehingga gambaran koperasi di masyarakat kurang baik. Ini bertolak belakang dengan prinsip koperasi, yang menyatakan koperasi dengan azas kebersamaan, kekeluargaan, demokrasi tujuan utamanya untuk memberikan kesejahteraan kepada anggotanya.
Berbagai permasalahan koperasi saat ini, antara lain penyalahgunaan badan hukum koperasi untuk melakukan praktik pinjaman online ilegal dan rentenir, serta penyimpangan penggunaan asset oleh pengurus. Kemudian di lain pihak potensi anggota tidak dioptimalkan, dan pengawasan yang belum berjalan maksimal.