REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Center of Reform on Economics (Core) Indonesia menilai penetapan tersangka dalam kasus dugaan korupsi yang mengakibatkan kelangkaan minyak goreng oleh Kejaksaan Agung dikhawatirkan menimbulkan distorsi di tengah momentum Ramadan dan Lebaran. Kasus tersebut dinilai akan berdampak pada terhambatnya distribusi minyak goreng yang kini tengah diburu oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia.
Direktur Eksekutif Core Indonesia Mohammad Faisal mengatakan risiko terhambatnya distribusi muncul apabila tersangka yang ditetapkan merupakan pelaku usaha yang taat regulasi. "Kalau yang diargumentasikan pelaku usaha bahwa yang ditangkap sudah mengikuti aturan tentu ini bisa justru mempersulit distribusi," ujarnya kepada wartawan, Jumat (22/4/2022).
Atas dasar itu, dia meminta kepada pemerintah untuk menjamin ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi minyak goreng. Dari sisi lain, pemerintah juga perlu menggunakan seluruh instrumen kebijakan dan perangkat yang dimiliki untuk menjamin ketersediaan minyak goreng setidaknya hingga Idul Fitri.
Sebab, sambungnya, Ramadan dan Idul Fitri menjadi momentum meroketnya konsumsi masyarakat. “Apabila terjadi kelangkaan barang maka berisiko menimbulkan inflasi yang kini tengah diperangi oleh pemerintah,” ucapnya.
Kendati demikian, penanganan kasus minyak goreng menurut Faisal juga menjadi pekerjaan yang perlu segera diselesaikan. "Ini perlu terus diusut karena tidak tertutup kemungkinan pihak-pihak lain terlibat," ucapnya.
Kejaksaan Agung telah menetapkan beberapa tersangka dalam kasus minyak goreng beberapa waktu lalu diantaranya berasal dari Permata Hijau Group, PT Wilmar Nabati Indonesia, dan PT Musim Mas Picare Togare Sitanggang.
Sementara itu Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga menambahkan ada keresahan dari perusahaan minyak goreng anggota GIMNI pasca penetapan empat tersangka oleh Kejaksaan Agung berkaitan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya.
Menurutnya beberapa industri minyak goreng anggota GIMNI menyampaikan ketakutannya untuk mengikuti program minyak goreng Curah bersubsidi ini dan mengatakan ingin mundur.
“Mereka saya minta tidak perlu takut, asalkan berjalan sesuai regulasi dan aturan pemerintah,” ucapnya.