REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lumpy Skin Disease (LSD), penyakit kulit pada ternak sapi telah dinyatakan masuk ke Indonesia setelah adanya temuan di sejumlah daerah Provinsi Riau. Tanpa pengendalian, perluasan wabah LSD dikhawatirkan berdampak pada turunnya produksi.
Kementerian Pertanian (Kementan), menyatakan, pemerintah saat ini telah menetapkan status wabah sejak Maret lalu dan mendatangkan vaksinasi darurat untuk ternak sapi dan kerbau yang masih sehat di wilayah terjangkit.
Kendati demikian, Direktur Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Kesehatan Hewan, Kementan, Nuryani, pihaknya tetap mengupayakan vaksinasi massal untuk 2,73 juta ekor ternak di wilayah Pulau Sumatera.
Idealnya, kata Nuryani, vaksinasi massal harus menyasar 80 persen dari total populasi sapi di Sumatra. Adapun total populasi di Sumatra mencapai 4 juta ekor sehingga ideal tervaksinasi sebanyak 3,2 juta ekor.
Namun, lantaran stok vaksin sementara hanya tersedia 476.075 dosis, maka direncanakan vaksinasi terhadap 2,73 juta ekor.
"Untuk kebutuhan vaksinasi ini, kita butuh anggaran sebesar Rp 104,7 miliar. Siapa yang ingin berikan anggaran sebesar ini? Karena anggaran di kita sudah ada perencanaan dan fokus-fokusnya," kata Nuryani dalam webinar Pataka, Rabu (20/4/2022).
Anggaran tersebut terdiri dari biaya vaksinasi Rp 101,2 miliar serta non vaksinasi Rp 3,5 miliar. "Tolong kami juga dibantu, usaha-usaha apa yang bisa kita lakukan," katanya.
Adapun selain Vaksinasi, ia mengatakan, selain vaksinasi sejumlah upaya lain harus dilakukan. Yakni deteksi dini dan penelusuran kasus, pengendalian lalu lintas ternak antar daerah, pengendalian fase wabah serta keterlibatan masyarakat untuk ikut mengawasi apabila ada ternak yang tertular.
Nuryani menegaskan, wabah LSD harus segera dapat teratasi secara baik karena memiliki dampak ekonomi. Salah satu dampak yang paling serius adalah penurunan produksi daging sapi di tengah target pemerintah untuk dapat mencapai swasembada.