Kamis 07 Apr 2022 18:37 WIB

50 Persen Populasi di Negara ASEAN-6 Adalah Unbanked Population

Negara perlu lakukan adopsi digital untuk memperluas jangkauan layanan finansial.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Friska Yolandha
Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika Dedy Permadi mengatakan sebanyak 50 persen dari populasi di negara ASEAN-6 yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam adalah populasi yang belum memiliki rekening bank atau unbanked population.
Foto: Permaya Syariah
Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika Dedy Permadi mengatakan sebanyak 50 persen dari populasi di negara ASEAN-6 yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam adalah populasi yang belum memiliki rekening bank atau unbanked population.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika Dedy Permadi mengatakan sebanyak 50 persen dari populasi di negara ASEAN-6 yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam adalah populasi yang belum memiliki rekening bank atau unbanked population. Dedy menyampaikan hal itu berdasarkan data UOB, PwC, & Singapore Fintech Association/SFA pada 2021.

"Sekitar 24 persen dari populasi masih belum memiliki akses yang optimal ke layanan perbankan modern/terkini atau underbanked population," kata Dedy dikutip dari siaran persnya, Kamis (7/4/2022).

Baca Juga

Dedy mengatakan, fakta tersebut mendorong perlunya peningkatan adopsi digital demi memperluas jangkauan layanan finansial dan keamanan masyarakat pengguna. Menurutnya, perkembangan tren adopsi layanan keuangan digital tidak hanya bermanfaat dari aspek efisiensi, seperti pengeliminasian cost of cash.

Selain itu, membawa spirit transformatif dalam hal mewujudkan pertumbuhan yang inklusif bagi seluruh masyarakat. Karena itu, ia mendorong sinergi lintas sektoral untuk pemanfaatan teknologi layanan finansial.

"Dengan pemanfaaan teknologi digital dalam sektor keuangan, ruang-ruang pembatas fisik akan kian berkurang sehingga memperluas jangkauan layanan finansial bagi masyarakat," katanya.

Ia mengatakan, pandemi Covid-19 telah mengakibatkan disrupsi besar bagi perekonomian global. Salah satunya meningkatnya sektor keuangan digital. Dalam aspek pembiayaan digital, Jubir Kementerian Kominfo menyontohkan Indonesia telah memiliki Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS).

"Sesuai data Bank Indonesia, penggunanya hingga akhir Februari 2022 lalu telah mencapai 15,99 juta pengguna dan dengan nilai transaksi sebesar Rp 4,51 triliun, atau mengalami kenaikan 305 persen year on year," katanya.

Selain itu, nilai transaksi uang elektronik per Februari 2022 lalu mencapai Rp 27,1 triliun, atau naik 41,35 persen dibandingkan periode tahun lalu. "Hal tersebut menunjukkan utilisasi layanan keuangan digital yang makin bergeliat di Indonesia," kata Dedy.

Saat ini, para pedagang serta pelaku Usaha Kecil, Mikro, dan Menengah (UMKM) juga dapat memanfaatkan layanan pembayaran digital QRIS dengan mudah dan aman, membawa total seamless user experience bagi pembayaran digital baik di toko-toko kelontong hingga ke pedagang keliling.

Ia menyatakan manfaat lain jasa keuangan digital tampak dari layanan fintech lending. Menurutnya, pada tahun 2020, Indonesia telah menjadi negara yang berhasil menarik investasi fintech terbesar kedua di antara negara-negara ASEAN-6 dengan besaran investasi sebesar USD 178,48 juta, atau setara dengan 20 persen dari total investasi fintech di kawasan ini.

"Data OJK menunjukkan pada Februari tahun 2022 lalu saja fintech telah menjangkau 12,7 juta masyarakat, dengan jumlah penyaluran pinjaman total mencapai Rp 16,4 triliun," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement