REPUBLIKA.CO.ID, PROBOLINGGO -- PT Paiton Energy (PE) dan PT Paiton Operation & Maintenance Indonesia (POMI) terus berupaya mengurangi emisi karbon. Di antaranya dengan memanfaatkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk mendukung penyediaan sumber energi terbarukan.
"Perusahaan membangun PLTS dari stasiun Photovoltaic (PV) untuk keperluan konsumsi sendiri dengan total kapasitas terpasang 1.013 kW dengan Sistem tenaga surya on-Grid," kata Chief Financial Officer PT Paiton Energy, Bayu Widyanto di Paiton, Probolinggo, Selasa (29/3/2022).
Proyek PLTS ini dipasang di area pembangkit Paiton (689KW), atap gedung administrasi (65KW), dan atap balai rekreasi di perumahan Paiton (289KW). Listrik yang dihasilkan ini juga digunakan untuk mengisi daya bus elektrik yang berfungsi sebagai transportasi karyawan sehari-hari.
"Selain itu Perusahaan juga membangun PLTS untuk masyarakat sekitar, yaitu di Pondok Pesantren An Nuqayah Sumenep (35KWP) dan di SMAN 8 Malang (15 KWP)" ujar Bayu.
Masih dalam upaya mitigasi perubahan iklim melalui pengurangan dan penyerapan emisi karbon, Paiton Energy juga secara berkelanjutan melakukan konservasi Hutan Rakyat di Desa Selobanteng, Situbondo. Program konservasi tersebut bekerja sama dengan Kelompok Tani Desa Selobanteng serta Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Situbondo.
Program yang telah berlangsung sejak 2009 ini melibatkan 599 petani penerima manfaat. Upaya konservasi yang dilakukan adalah dengan melakukan penanaman rutin 20.000 bibit pohon Jati dan Gmelina setiap tahunnya, dengan total target penanaman mencapai 100 ribu pohon.
"Ini juga berpengaruh terhadao peningkatan ekonomi di Desa Selobanteng. Kegiatan ini telah memberikan manfaat berupa kelestarian lingkungan dan peningkatan ekonomi warga," kata Bayu.
Bayu memaparkan, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan BKT Kebun Raya Purwodadi, program ini diperkirakan mampu menyerap karbon sebesar 3.852 tonC. Sedangkan dari sisi ekonomi, upaya konservasi berhasil meningkatkan pendapatan masyarakat rata-rata sebesar 20 persen per bulan.
Desa Selobanteng merupakan sentra produksi mebel berkualitas. Sehingga dengan program konservasi ini telah membantu ketersediaan bahan baku mebel. Program ini juga membuka peluang bagi warga untuk mendapatkan tambahan modal kerja dari program Kredit Tunda Tebang (KTT).
"Pada 2017 masyarakat mendapatkan KTT senilai Rp1,127 milyar. Pada 2019, warga memperoleh Rp1,3 milyar dari KTT tahap 2, dengan total pohon yang diagunkan sebagai jaminan mencapai 10.216 pohon," ujar Bayu.
Bayu menegaskan, kegiatan konservasi ini merupakan upaya nyata perusahaan untuk menjalankan praktik usaha yang berkelanjutan dan berpartisipasi dalam mitigasi perubahan iklim. Apalagi, upaya konservasi tersebut disinergikan dengan peningkatan ekonomi masyarakat sekitar.
"Upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sangat mendesak untuk dilakukan. Oleh karena itu, sangat penting untuk memastikan kerja kolaboratif dengan berbagai pihak. Baik dari masyarakat, pemerintah daerah, akademisi, dan lembaga penelitian agar program ini berjalan secara berkelanjutan," ujar Bayu.