Ahad 20 Mar 2022 17:28 WIB

Kenaikan PPN 11 Persen Berpotensi Tekan Daya Beli Masyarakat

Kebutuhan pokok dasar sebaiknya tidak dikenakan PPN 11 persen.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Friska Yolandha
Pekerja menimbang dan mengemas gula pasir kiloan di Gudang Perum Bulog Meulaboh, Aceh Barat, Aceh, Jumat (2/4/2021). Kebijakan untuk menaikkan pajak pertambahan nilai atau PPN dari 10 persen menjadi 11 persen dalam waktu dekat disebut kurang tepat.
Foto: ANTARA/Syifa Yulinnas
Pekerja menimbang dan mengemas gula pasir kiloan di Gudang Perum Bulog Meulaboh, Aceh Barat, Aceh, Jumat (2/4/2021). Kebijakan untuk menaikkan pajak pertambahan nilai atau PPN dari 10 persen menjadi 11 persen dalam waktu dekat disebut kurang tepat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan untuk menaikkan pajak pertambahan nilai atau PPN dari 10 persen menjadi 11 persen dalam waktu dekat disebut kurang tepat. Ekonom dan peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, mengatakan, kenaikan PPN ini akan semakin menekan daya beli masyarakat. 

Seperti diketahui, pergerakan harga beberapa komoditas pangan strategis saat ini tengah mengalami peningkatan. Selain itu, permintaan barang dan jasa menjelang Ramadhan juga akan mengalami peningkatan. Kedua hal ini akan mendorong angka inflasi menjadi lebih tinggi. 

Baca Juga

Ditambah ada kenaikan tarif PPN 11 persen yang diajukan pemerintah, Yusuf memperkirakan kemungkinan besar peluang kenaikan ini akan direspons oleh pelaku usaha dengan melakukan penyesuaian harga karena ongkos produksi berpotensi meningkat. 

"Alhasil, konfigurasi ini berpotensi menekan purchasing power masyarakat terutama kelompok menengah ke bawah," kata Yusuf kepada Republika.co.id, Ahad (20/3).

Terkait dengan barang yang dikenakan PPN, Yusuf mengatakan, sebaiknya barang kebutuhan pokok dasar seperti minyak goreng dan gula bisa dikecualikan dari PPN atau ditanggung oleh pemerintah. Khususnya minyak goreng yang saat ini harganya sudah sangat tinggi. 

Memeprtimbangkan daya beli masyarakat yang masih lemah, nenurut Yusuf, pemerintah sebaiknya tidak terburu-buru dalam menaikkan PPN. Opsi menunda kenaikan tarif baru PPN tidak akan begitu menekan penerimaan negara.

Pasalnya, kenaikan harga energi masih berdampak positif terhadap penerimaan negara. "Jadi, menurut saya tidak masalah jika pemerintah mengambil opsi penundaan pengenaan tarif baru PPN," kata Yusuf. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement