REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Singkong merupakan salah satu komoditas pertanian yang potensial jika dikembangkan dengan optimal. Dua ahli IPB University, Prof Evy Damayanti dan Dr Meika Syahbana Rusli menjelaskan potensi singkong dalam Webinar “Potensi, Prospek dan Peningkatan Daya Saing Komoditas Singkong sebagai Produk Ekspor” yang diselenggarakan oleh Kementerian Pertanian, belum lama ini.
Menurut Prof Evy, makanan pokok merupakan kebutuhan yang wajib terpenuhi. Pemenuhannya kini tidak hanya dari nasi namun juga bisa dari singkong. Hal yang terpenting adalah kandungan karbohidrat yang dibutuhkan oleh tubuh.
“Apabila kita ganti dengan bukan karbohidrat maka akan ada masalah nantinya, karena karbohidrat adalah zat gizi sebagai penyusun agar tubuh menjadi sehat. Selain itu, karbohidrat memiliki manfaat mencegah ketosis (pengalihan karbohidrat kepada lemak dan protein). Karbohidrat dalam manfaat lainnya juga dapat mencegah protein digunakan untuk energi, sehingga protein dapat melakukan fungsi menggantikan sel-sel yang rusak dapat berjalan optimal,” terang Prof Evy seperti dikutip dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Terkait singkong, Prof Evy menjelaskan beberapa teknologi pengolahannya, termasuk dengan mengolahnya menjadi beras singkong. “Beras singkong dibuat dari 80 persen bahan baku singkong yang ditepungkan. Lalu 20 persen lainnya merupakan campuran tepung tapioka. Bahan tersebut dapat dicetak dengan teknologi ekstrusi (pencampuran),” tambahnya.
Melihat potensi ini, Prof Evy menuturkan perlunya upaya yang sungguh-sungguh agar singkong dapat menjadi pengganti nasi. Perlu juga upaya edukasi manfaat singkong bagi kesehatan terutama hasil olahannya. “Diperlukan pula jaminan terkait ketersediaan dan aksesibilitas singkong serta produk turunannya,” tandasnya.
Sementara itu, dalam kesempatan ini Dr Meika menerangkan potensi singkong sebagai bisnis bioetanol. Ia mengemukakan, bioetanol skala kecil bisa dalam bentuk industri yang mengubah bahan baku dari ubi kayu menjadi molase. Untuk industri kecil seperti ini, sebaiknya menerapkan integrasi usaha agar lebih mudah.
“Saat ini sudah banyak produk turunan ubi kayu yang secara ekonomi sudah berjalan. Sehingga bisa membuka peluang usaha lainya yang memanfaatkan limbah (kulit). Usaha ini juga dapat menjadi industri yang potensial untuk menunjang bioethanol,” ujarnya.