REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Mata uang euro merosot mendekati titik terendah dalam 22 bulan. Sementara saat perang Ukraina mendorong outlook ekonomi Eropa semakin suram, komoditas mata uang bisa ambil nafas usai rali selama beberapa pekan.
Pada Selasa (8/3/2022) euro naik ke posisi terbaik setelah enam pekan sesi penjualan. Tapi dengan 1.0855 per dolar AS tidak terlalu jauh dibanding Senin (7/3/2022) kemarin yang sebesar 1.0896 per dolar AS.
Mata uang bersama itu turun 4 persen terhadap dolar sejak Rusia melancarkan invasi ke Ukraina. Belum ada tanda-tanda serangan yang Moskow sebut "operasi militer khusus" itu akan berakhir. Untuk pertama kalinya dalam tujuh tahun euro hampir setara dengan franc Swiss.
Perundingan damai Ukraina-Rusia tidak membuahkan hasil dan larangan impor energi Rusia yang diberlakukan Jerman menjatuhkan harga minyak ke puncaknya dalam 14 tahun. Pengamat menilai guncangan terhadap pasokan energi ini akan menekan pertumbuhan Eropa.
"Pasar akan terus memperhitungan resiko disrupsi ekspor energi Rusia dan menekan outlook pertumbuhan Eropa," kata ekonom Commonwealth Bank of Australia Carol Kong.
"Dengan demikian kami memperkirakan euro masih tertekan, terdapat peluang masuk akal euro/dolar menguji titik terendah pandemi di 1.0688 per dolar bulan ini," tambahnya.
Bank Sentral Eropa menggelar rapat Kamis (3/3/2022) lalu untuk kemungkinan stagflasi (inflasi di tengah stagnasi ekonomi). Para ekonom pun memperkirakan pembuat kebijakan akan menunda menaikkan suku buang sampai akhir tahun.
Selain bentuk kurva komoditas yang kini berbentuk parabola, konflik dan sanksi telah menghancurkan aset-aset Rusia. Rubel berada di titik terendahnya dengan 160 per dolar AS dalam perdagangan luar negeri Senin kemarin.
Sementara dolar AS menguat di tengah kegelisahan atas perang dan konsekuensi ekonomi dapat menyebar.
Lonjakan harga minyak mendorong yen mengalami defisit terbesar sejak 2014 lalu, menggeser posisi mata uang Jepang itu sebagai tempat aman. Yen jatuh dalam semalam dan hingga Selasa ini masih 115.48 per dolar AS.
Dolar Australia dan Selandia Baru masing-masing naik 0,4 per persen pada perdagangan awal. Tapi lonjakan harga minyak masih menekan dua mata uang tersebut. Dolar Australia 0.7343 per dolar AS. Sementara dolar Selandia Baru 0.6847 per dolar AS.