Jumat 18 Feb 2022 05:59 WIB

8 Negara Capai Rekor Kasus Lebihi Delta, Ini Sebabnya

Hanya negara yang disiplin prokes yang berhasil melewati puncak kasus.

Rep: Dessy Suciati S/ Red: Dwi Murdaningsih
Ilustrasi Covid-19 varian Omicron
Foto: Pixabay
Ilustrasi Covid-19 varian Omicron

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menekankan, kesadaran masyarakat menjalankan protokol kesehatan menjadi faktor kunci keberhasilan dalam pengendalian laju penularan. Ia mengatakan, apapun varian Covid-19 yang dihadapi, kebijakan yang diterapkan, dan kondisi kasusnya, protokol kesehatan harus selalu dijalankan secara disiplin.

“Faktor kunci keberhasilan pengendalian adalah masyarakat yang dengan kesadaran tinggi menjalankan protokol kesehatan terlepas dari apapun kebijakan yang ditetapkan,” ujar Wiku saat konferensi pers, dikutip pada Jumat (18/2/2022).

Baca Juga

Data menunjukan, hanya negara dengan masyarakat yang disiplin menjalankan protokol kesehatan dengan apapun kebijakan yang ditetapkan pemerintah, akan berhasil melewati puncak kasus. Hal ini, kata Wiku, terlihat dari keberhasilan beberapa negara di dunia dalam melewati gelombang omicron.

Kasus di dunia saat ini tercatat menurun sekitar 60 persen dari puncak gelombang terakhir. Penurunan kasus ini terjadi di sebagian besar negara di Eropa, Amerika Serikat dan Kanada, serta Australia.

Dari lonjakan kasus di gelombang ini, terdapat delapan negara, yakni Denmark, Swiss, Prancis, Jerman, Belgia, Italia, Inggris, dan Amerika Serikat yang mencapai rekor tertinggi melebihi puncak kasus Covid-19 sebelumnya. 

Denmark menjadi negara dengan kenaikan kasus tertinggi yang mencapai 13 kali lipat dari puncak terakhirnya. Sedangkan angka kematiannya setara dengan puncak sebelumnya dan angka perawatan di rumah sakit mencapai rekor tertinggi yakni dua kali lipat puncak sebelumnya.

Wiku mengatakan, kondisi di Denmark disebabkan negara tersebut tidak memberlakukan kebijakan wajib masker dan larangan berkerumun. Sementara di Amerika Serikat tercatat memiliki angka kematian lebih tinggi 20 persen dari puncak sebelumnya.

Angka perawatan di rumah sakit juga mencapai rekor tertinggi dua kali lipat dari puncak sebelumnya meskipun Amerika Serikat sudah menerapkan kebijakan wajib masker dan larangan berkumpul lebih dari 10 orang. Namun, kebijakan ini tak terlaksana dengan baik karena banyaknya aksi demonstrasi penolakan dari masyarakat terkait asas kebebasan.

Hal serupa pun terjadi di Prancis. Meskipun Prancis sudah menerapkan kebijakan wajib masker dan larangan berkumpul lebih dari 100 orang, namun tren perawatan rumah sakit setara dengan puncak sebelumnya. Kondisi ini juga terjadi karena banyaknya masyarakat yang melakukan aksi penolakan penggunaan masker.

Melihat kondisi tersebut, Wiku pun optimistis, Indonesia dapat segera melewati lonjakan kasus ketiga kali ini jika masyarakat menjalankan kebijakan yang ditetapkan serta disiplin protokol kesehatan.

“Kuncinya adalah apabila kebijakan berlapis yang sudah ditetapkan oleh pemerintah yang dirancang semata-mata untuk melindungi satu per satu dari kita dilaksanakan dengan kesadaran tinggi,” jelas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement