REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat ekspor batu bara tahun 2021 mencapai 435 juta ton. Realiasi ekspor itu meningkat ketimbang tahun 2020 yang realisasinya mencapai 433,8 juta ton.
Sementara serapan batu bara dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO) tahun 2021 mencapai 133 juta ton atau hanya 21,6 persen dari realisasi produksi batu bara tahun 2021 yang tercatat mencapai 614 juta ton atau hanya 98,24 persen dari target yang dicanangkan pemerintah yakni 625 juta ton.
Adapun realisasi DMO tahun ini sebenarnya meningkat dibandingkan dengan realisasi tahun 2020 yakni 131,89 juta ton dari produksi 565,69 juta ton.
Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan DMO batu bara sepanjang tahun lalu lebih dari 80 persen diperuntukan untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik.
“Sebanyak 435 juta ton untuk ekspor. DMO batubara tersebut, didominasi PLTU sebesar 112 juta ton atau 84 persen. Sisanya untuk industri non listrik,” kata Arifin.
Kebijakan batu bara Indonesia saat ini tengah jadi sorotan dunia pasalnya Indonesia melarang ekspor batu bara hingga 31 Januari 2022 mendatang. Meskipun belakangan pemerintah melonggarkan aturan tersebut dengan mengizinkan perusahaan-perusahaan kembali lakukan ekspor dengan syarat kewajiban DMO telah dipenuhi, namun tetap saja larangan ekspor telah membuat beberapa negara maju di kawasan Asia panik karena pasokan batu bara utama mereka berasal dari Indoenesia
Arifin menuturkan untuk menjamin pasokan batubara, pemerintah sebenarnya telah melakukan pembaruan kebijakan DMO. Adapun kebijakan yang dilanjutkan harga khusus untuk pembangkit listrik sebesar 70 dolar AS per ton. Kewajiban pasokan volume 25 persen dari rencana produksi untuk dalam negeri.
“Kebijakan yang diganti, pengurangan sanksi. Bagi yang tidak memenuhi DMO diganti menjadi diwajibkan pengenaan pembayaran kompensasi DMO, sanksi tambahan pengurangan produksi.Kebijakan yang dihapus, transfer kuota, yang nggak bisa memenuhi bisa transfer ke yang sudah memenhui kuota,” ungkap Arifin.
Kemudian bagi perusahaan pertambangan dan trader yang tidak memenuhi DMO, dikenakan sanksi larangan ekspor sampai DMO dipenuhi. Denda sejumlah harga jual ekspor dikurangi harga jual batubara DMO, dikali volume ekspor yang tidak dipenuhi. “Dana kompensasi, kekurangan penjualan yang gak punya kontrak, atau spesifikasi nggak sesuai,” ungkap Arifin.